BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
PANCASILA
Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu ”Panca” yang berarti
lima dan ”Sila” yang berarti dasar. Pancasila berarti lima dasar atau lima asas
yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi
Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan ajaran, gagasan,
doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan dijadikan pandangan
hidup bangsa Indonesia dan menjadi pentunjuk dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Dengan
demikian ideologi Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori atau ilmu tentang
cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara
sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan yang jelas.
Pancasila
sebagai tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai suatu
ideologi, karena Pancasila memuat ajaran, doktrin dan atau gagasan (ide) bangsa
Indonesia yang di yakini kebenarannya dan disusun secara sistematis dan diberi
petunjuk pelaksanaannya.
Selain
sebagai ideologi negara, Pancasila juga berperan sebagai ideologi terbuka.
Ideologi terbuka mengandung pengertian ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan zaman yang ditandai adanya dinamika secara internal. Keterbukaan
ideologi Pancasila terutama dalam penerapannya yang berbetuk pola pikir yang
dinamis dan konseptual dalam dunia nodern.
Kita
mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai
instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai
dengan keadaan, dan nilai praksis berupa pelaksanaan secara nyata yang
sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
Pancasila sebagai ideologi adalah
gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai
seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok
orang untuk menjadi pegangan hidup. Perlu dikemukakan bahwa ideologi Pancasila
sebagai sebuah pemikiran sudah memenuhi sifat ideologi terbuka. Nilai yang
terkandung didalam ideologi Pancasila bukanlah nilai-nilai luar tetapi
bersumber dari kekayaan rohani bangsa serta diterimanya nilai bersama itu
adalah hasil kesepakatan warga bangsa bukan paksaan atau tekanan pihak lain.
Sumber semangat yang menjadikan
Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan umum UUD
1945. Dalam penjelasan tersebut dikatakan bahwa : ”terutama bagi negara baru
dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat
aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah
caranya membuat, mengubah dan mencabut”.
2.2 DEFINISI
IDEOLOGI
A. PENGERTIAN
IDEOLOGI
Secara
etimologis Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang dapat diartikan sebagai gagasan, konsep, pengertian dasar, dan cita-cita,
serta logos yang berarti ilmu. Sedangkan kata “idea” itu sendiri berasal dari
bahasa Yunani yaitu dari kata “ eidos”, yang berarti bentuk. Disamping
itu ada pula kata “Idein” yang berarti melihat. Maka secara harfiah
ideologi dapat diartikan dengan ilmu pengertian pengertian dasar, yang dalam
keseharian “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yaitu cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai. Sehingga cita-cita tersebut sekaligus
menjadi dasar, menjadi pandangan atau faham.
Berikut
ini terdapat beberapa pengertian ideologi yang dikemukakan oleh para fakar,
yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Ideologi adalah sebagai kompleksitas
pengetahuan dan nilai, yang sacara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang
(masyarakat), untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya, serta menentukan
sikap dasar untuk mengelolanya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya,
seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang
dinilai baik dan tidak baik.
2.
Ideologi adalah sejumlah doktrin,
kepercayaan dan simbol-simbol kelompok masyarakat atau suatu bangsa, yang
menjadi pegangan dan pedoman kerja atau perjuangan, untuk mencapai tujuan
masyarakat bangsa itu.
3.
Ideologi adalah keharusan untuk
melaksanakan dalam sikap, perilaku dan perbuatan penganutnya, kemudian juga
usaha dapat diundangkannya secara legal, dan dihubungkan dengan suatu badan
kelembagaan, yang didirikan untuk merealisasikan pola kepercayaan trsebut.
Dari
berbagai pengertian Ideologi seperti dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa
ideologi merupakan seperangkat ide dasar masyarakat, bangsa, yang dijadikan
pengangan, dalam meencapai tujuan atau cita-cita bersama. Ada beberapa
karakteristik yang terdapat dalam Ideologi sebagai pandangan masyarakat. Hal
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Ideologi seringkali muncul dan
berkembang dalam situasi krisis;
2.
Ideologi memiliki jangkauan yang luas,
beragam dan terprogram;
3.
Ideologi mencakup beberapa strata
pemikiran dan panutan;
4.
Ideologi memiliki pola pemikiran yang
sistematis;
5.
Ideologi cenderung eksklusif, absolut
dan universal;
6.
Ideologi memiliki sifat empiris dan
normatif;
7.
Ideologi dapat dioperasionalkan dan
didokumentasikan konseptualismenya; dan
8.
Ideologi biasanya terjalin dalam
gerakan-gerakan politk.
Maka
ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis
bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat yang bangsa yang
bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempuyai derajat yang tinggi
srbagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu
asas kerohaniaan, pandangan dunia, pandang hidup,
pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan
kepada generasi berikutnya, diperjuangan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Untuk memahami Ideologi Pancasila, kita
tidak dapat mengabaikan pemikiran-pemikiran dari para pembentuk Undang Undang
Dasar 1945, yang disampaikan pada rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Oleh
para pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 dikemukakan adanya dua cara pandang
utama yaitu yang bersifat perseorangan atau individualistik
dan yang bersifat kekeluargaan atau integralistik,
yang untuk tepatnya lebih baik kami sebut integralistik Indonesia. (Disamping
itu dapat dikemukakan pula adanya cara pandang yang otoriter).
B. IDEOLOGI DALAM ARTI PRAKTIS
Ialah kesatuan gagasan-gagasan dasar
yang disusun secara sistematis dan diangggap menyeluruh tentang manusia dan
kehidupannya, baik yang indivual maupun yang sosial.
C. PENERAPAN IDEOLOGI
Perapan Ideologi dalam kehidupan
kenegaraan disebut "Politik". Karena itu sering terjadi bahwa
ideologi dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, misalnya: merebut kekuasaan.
Ideologi dalam kehidupan kenegaraan
dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang
nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Dalam hal ini
sering juga disebut Philosofische
Grondslag atau Weltanschauung yang merupakan pikiran-pikiran terdalam,
hasrat terdalam warga negaranya, untuk diatasnya didirikan suatu negara.
D. PENDAPAT-PENDAPAT
PAKAR TENTANG IDEOLOGI
Mengartiakan
ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar. Menurut pakar
hukum tata negara ini ideologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi
daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan berupa
seperangakat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir didalam kehidupan
berkelompok.
Pakar
ekonomi ini mengartikan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan
simbol-simbol sekeompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan
pedoman karya (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.
Pakar
budaya ini mengartikan bahwa ideologi ialah seperangkat gagasan atau pemikran
yang berorientas pada tindakan yang diorganisir suatu sistem teratur. Dalam
hubungan ini fungsi penting ideoogi antara lain adalah untuk membentuk
identitas kelompok atau bangsa dan fungi mempersatukannya. Ideologi mempunyai
kecenderungan untuk memisahkan in group (kita)
dari out group (mereka).
Bila
dibandingkan dengan agama, yang berfungsi mempersatukan orang dari berbagai
pandangan, bahkan dari berbagai ideology, maka sebaliknya ideology
mempersatukan orang-orang dari berbagai agama. Maka dari itu ideology juga
berfungsi untuk mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial menjadi solidarity making dengan mengangkat
berbagai perbedaan kedalam tata nilai lebih tinggi.
Dalam fungsi pemersatuan dilakukan
dengan merelativir keseragaman atau keanekaragaman , misalnya dengan semboyan:
“kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan”, dan pada kasus
tertentu ideology juga dapat menciptakan tata nilai lebih tinggi.
Menurut Soedirman Kartohadiprojo, adanya
semboyan tersebut telah menjadi salah satu ekspresi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun,
yang asa-asasnya terdapat dalam hukum adat.
4.Soerjanto Poespowardojo
Seorang
pakar sosiologi-budaya, mengartian ideology adalah kompleks pengetahuan dan
nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat
untuk memahami jagatraya dan seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya.
Seorang
pakar filsafat, mengartikan ideology
dalam arti luas, dan dalam arti sempit.
Dalam arti luas, dan kurang tepat
istilah “ideology” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai
dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman
normative. Dalam arti ini keyakinan bahwa Negara dan kesetiakawan akan disebut
ideology. Penggunaan kata “ideology” ini oleh kebanyakan penulis dianggap tidak
tepat, bahkan menyesatkan.
Apalagi pada banyak orang kata ideology
langsung menimbulkan asosiasi negative. Orang biasanya tidak rela cita-citanya
disebut ideology. Tetapi karena dalam bahasa Indonesia, dengan mengikuti cara
bicaranya yang terutama ditemukan dala
Negara-negara komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebgai”ideology” yang
mereka banggakan.), maka Franz Magnis Suseno menggunakan kata ideology sebagai
sesuatu yang positif, yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu
dalam arti sebagai “ideology terbuka” .
Disamping kata “ideology” , juga ada
kata “ideologis”. Kata ini selalu berkonotasi negative dan tidak pernah dipakai
dalam arti”ideplogi terbuka”.setiap usaha untuk memutlakkan gagasan-gagasan
tertentu disebut ideologis. Biasanya kata ideologis sekaligus menbawa konotasi,
bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu sebenarnay menyelubungi dan dengan
demikian melindungi kepentingan-kepentingan kekuasaan tertentu.
E. KEKUATAN IDEOLOGI
Menurut Alfian, seorang pakar ilmu
politik, mengemukakan bahwa kekuatan suatu ideology itu tergantuntung pada
kualitas 3 (tiga) dimensi yang ada pada ideology itu sendiri.
a.
Dimensi realita, yaitu
bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung
di dalam ideology tersebut secara riil berakar dalam dan/atau hidup
dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut
bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya (menjadi volkgeist/jiwa bangsa).
b.
Dimensi Idealisme, yaitu bahwa
nilai-nilai dasar ideologitersebut mengandung ideolisme yang memberi harapan
tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan
bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.
Dimensi
fleksibilitas/dimensi pengembanga, yaitu ideology
tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideology yang bersangkutan tanpa
menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam
nilai-nilai dasarnya, dan menurut pakar ini Pancasila memenuhi ketiga dimensi
tersebut.
F. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pancasila sebagai ideology
mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa
Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semua gagasan-gagasan yang timbul
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini ditata secara
sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh.Sebagai ideology, Pancasila berlaku
sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas disegala bidang, dank
arena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat
tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
Pancasila sudah memenuhi syarat
sebagai ideology terbuka, bukanlah
berati bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang
lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru),
hal itu sama artinya dengan meniadakan identitas/ jati diri bangsa Indonesia.
Hal mana berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal.
Maka di dalam pengertian Pancasila
sebagai ideology terbuka itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar daripada
Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa
Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Dengan perkembanangan atas
nilai-nilai dasar ini Pancasila tidak berubah mencaji semacam ideology yang
tertutup atau kaku yanag hanya bersifat doktriner seperti halnya yang terdapat
pada Negara yang berpaham totaliter, disamping juga bukan ideology yang
bersifat utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan belaka, melainkan bhawa
ide-ide/ gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat dilaksanakan.
Pengembangan atas nilai-nilai dasar
Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan serta perkembangan masyarakat Indonesia sendiri. Dengan demikian
nilai-nilai dasar Pancasila perlu dioperasionalkan, yaitu dijabarkan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dasar Pancasila seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi nilai instrumental , dan penjabaran atas
nilai instrumental ini tetap mengacu pada nilai dasarnya, dan dari nilai
instrumental menjadi nilai praksis.
Adapun dokumen kostitusional yang
disedikan untuk menjabarkan secara kreatif atas nilai-nilai dasar tersebut
antara lain dalan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi wewenang
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan beberapa peraturan Perundang-undangan,
serta kebijakan-kebijakan Pemerintah lainnya.
Sebagai tolak ukur dalam penjabaran
nilai dasar Pancasila ialah kebersamaan dan
kesatuan. Dalam kaitan ini danya
gagasan-gagasan dari perorangan maupun golongan disalurkan hingga menjadi
kesepakatan bersama, baik secara formal maupun informal, yang di dalam
kehidupan Orde Baru dikenal dengan sebutan Konsensus
Nasional. Tolak ukur demikian itu dipergunakan, mengingat kehidupan dalam
alam Pancasila memang sarat dengan kehidupan yang dilandasi oleh adanya dialog, musyawarah dan mufakat.
Bangsa
Indonesia tidak apriori menolak atau apriori menerima budaya asing yang masuk
ke Indonesia, yaitu sepanjang budaya itu tidak bertentangan dengan budaya
bangsa Indonesia, dan sebaliknya akan memperkaya serta memperkuat atau
memantapkan budaya yang telah ada, yang sudah barang tentu untuk dapat diterima
harus melalui proses penilaian dan penyaringan dengan tolak ukur budata bangsa
Indonesi sendiri, yakni Pancasila.
Budaya sing yang bernilai negative,
misalnya tentang samen level yang tidak dilarang didalam kehidupan budaya
Barat, akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang mendasarkan diri pada sikap
budaya dan pandangan religious , dengan
demikian pula dengan pandangan keagamaan yang dikenal dengan sebutan Children of God, ditolak karena tidak
sesuai dengan pandangan keagamaan yang telah dihayati oleh bangsa Indonesia
sejak lama.
G. MEKANISME
PENGEMBANGAN IDEOLOGI PANCASILA
Pengembangan atas nilai-nilai
pancasila menjadi nilai-nilai instrumental atau operasional dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara bukan sesuatu yang baru. Formulanya dapat dikatakan sejak
bangsa Indonesia berhasil mencanangkan pembangunan Nasional di segala bidang
yang meliputi bidang-bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan
Pertahanan Keamanan Nasional (IPOLEKSOSBUD-HANKAMNAS) sebagaimana yang tertuang
dalam Ketetapan-Ketetpan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPRI-RI)
dapat dianggap sebagai salah satu wujud pengembangan daripada nilai-nilai dasar
Pancasila.
Pembangunan yang merupakan
implementasi Ideologi Pancasila sebagai ideology terbuka, dalam pemikiran
kenegaraan dapat diawali pada 3 (tiga) sumber materi penyusun pembangunan, yaitu:
1. Di
lingkungan praktisi, terutama pada instansi lingkungan penyelengaraan Negara.
2. Di
lingkungan ilmuan dan pengamat.
3. Di
lingkungan organisasi kemasyarakatan dan organisasi kekuatan sosial politik.
Di
lingkungan praktisi, sudah selayaknya kita mengembangkan nilai-nilai
operasional Pancasila, sedangkan di lingkungan ilmuan dan pengamat, yang sering
kali mendasarkan pada ilmu pengetahuan baik secara perbandingan maupun secara
kedalaman , maka sesuai dengan tuntutan modern tentang ilmu pengetahuan,
dituntut suatu aspek alamiah yang senantiasa berorientasi pada suatu gagasan
dasar atau ideology.
Adapun
dilingkungan organisasi kemasyarakatan pengembangan nilai-nilai operasional
initelah dimulai pengembangan yang dilakukan secara perorangan, kemudian
dikembangkan melalui kelompok organisasi (kemasyarakatan) dan setelah itu
ditampung oleh organisasi sosial politik, serta pada tahap berikutnya terjadi
proses pelembagaan di lembaga formal, yaitu lembaga perwakilan pemusyawaratan.
Alur semacam ini perlu dibudayakan sebagai budaya politik karena budaya politik
itu pada dasarnya merupakan pengembangan ideology Pancasila. Kegiatannya dapat
beragam, dari berkumpul atau mengadakan
pertemuan-pertemuan ilmiah, muktamar organisasi dan sebagainya.
Sehubungan dengan pentingnya aktualisai
nilai-nilai Pancasila sebgai Ideologi terbuka. Moerdiono memaparkan perbedaan
ketiga macam nilai diatas sebagai berikut.
1. Nilai Dasar
Ialah nilai yang bersifat amat
abstrak, umum, tidak terikat dengan waktu dan tempat,
dengan kandungan kebenarannya bagaikan satu aksioma. Dari segi kandungan
nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan
dasar dan ciri khasnya.
Nilai dasar ditetapkan oleh
para pendiri Negara, dan pada dasarnya nilai ini tidak akan berubah sepanjang zaman. Hal itu bisa tercapai
justu oleh karena sifatnya yang amat
abstrak, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan tempat.
Pada dasarnya nilai dasar yang
dianut bangsa Indonesia adalah: kebersamaan, persatuan
dan kesatuan, baik dalam bidang IPOLEK-SOS maupun HAMKAN, yang disebut dengan istilah lebih halus sebagai
kekeluargaan, yang menolak paham individualisme
dan egoism, baik egoisme perseorangan maupun egoisme kelompok. Dari nilai dasar ini pulalah bersumbernya
wawasan nasional kita tentang kerakyatan, keadilan
sosial, bahkan wawasan nusantara.
Dihubungkan dengan system
ketatanegaraan Indonesia, nilai dasar tercantum dalam hukum dasar tertulis, yang meliputi: Pembukaan, Batang
Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Di
dalam dokumen tersebut terkandung kaidah-kaidah yang paling hakiki, cita-cita dan tujuannya, tatanan dasar
dan juga ciri-ciri khasnya.
2. Nilai Instrumental
Ialah penjabaran dari nilai
dasar, yang merupakan arahan kinerjanya untuk waktu
dan kondisi tertentu. Sifat nilai ini sudah lebih kontekstual, dapat dan bahkan
harus disesuaikan dengan tuntutan
zaman. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijakan, strategi, organisai, system, rencana,
program, bahkan juga
proyek-proyek yang menindak lanjuti nilai dasar.
Nilai instrumental terpengaruh
oleh perubahan waktu, kkeadaan, atau tempat, sehingga
secara berkala memerlukan penyesuaian .D.p.l.nilai instrumental merupakan kontekstualisasi dari nilai dasr untuk
menjamin agar nilai dasar tersebut tetap relevan dengan masalh-masalah utama yang dihadapi masyarakat dalam
zaman tersebut. Nilai ini dikembangkan
oleh lembaga- lembaga penyelengaraan Negara yang dibentuk kemudian.
Nilai instrumental tercantum
dalam seluruh dokumen kenegaraann yang menindaklanjuti
UUD dan belum termasuk kepada nilai praksis, seperti GBHN, UU dan peraturan pelaksanaanya. Jika ditinjau
dari segi lembaga yang berwenang menyusun
nilai instrumental ini, ada 3 (tiga) lembaga yang bertanggung jawab untuk itu, yakni : MPR, Presiden dan DPR. Ke
dalam nilai instrumental juga dapat dimasukkan
hukum dasar tidak tertulis, yang tumbuh dalam praktik penyelengaraan Negara.
3. Nilai Praktis
Ialah interaksi antara nilai
instrumental dengan situasi kongkrit pada tempat tertentu dan situasi tertentu. Sifat daripada nilai ini
sangat dinamis, karena ang diinginkan
adalah tegaknya nilai instrumental itu dalam kenyataan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praktis merupakan
gelanggang pertarungan antara idealism dengan
realitas.
Nilai praktis terdapat pada
banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis, baik oleh
cabang eksekutif, cabang legislative,
cabang yudikatif , oleh organisasi kekuatan sosial-politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan
ekonomi, oleh pemimpin kemsyarakatan, maupun oleh
warga Negara secara perseorangan. Nilai praksis terkandung dalam kenyataan sehari-hari yaitu dalam cara bagaimana
kita melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
Kritik yang sering terjadi
tidak diarahkan pada nilai dasr maupun nilai instrumrntalnya,
melainkan pada nilai praksisnya, terutama jika dalam keadaan normal terjadi pelanggaran nilai-nilai
yang justru seharusnya ditegakkan. Misalnya : korupsi,
kolusi, penyiksaan terhadap tahanan, perselingkuhan guru dengan murid, perjudian yang dilarang tapi dilindungi, dan
sebagainya.
Catatan:
·
Korupsi,
Penggunaan
kekuasaan Negara untuk memperoleh penghasilan, keuntungan atau pretise
perorangan, atau memberi keuntungan bagi sekelompok orang atau suatu kelas
sosial dengan cara yang bertentangan dengan undang-undangan atau dengan norma
akhlak yang tinggi.
·
Kolusi,
Perjanjian
atau kesepakatan antar 2 (dua) orang atau lebih untuk menipu atau membohongi
orang lain atau institusi legal, atau untuk mendapatkan sesuatu yang dilarang
dan melanggar hukum.
·
Nepotisme,
Praktik
seorang pejabat yang mengangkat seseorang atau lebih dari keluarga dekatnya
menjadi pegawai pemerintah atau memberi perlakuan istimewa kepada mereka dengan
maksud untuk menjunjung nama keluarga, untuk menambah penghasilan keluarga atau
untuk membantu menegakkan suatu organisasi politik sedang ia mengabd kepada
kepentingan umum.
Lebih lanjut perhatikan UURI Nomoe
28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bebas dari Korupsi , Kolusi
dan Nepotisme memuat rumusan sebagai berikut:
Korupsi adalah
tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Kolusi adalah
permufakatan atu kerjasama secara melawan hukum antara Penyelenggaraan Negara
atau antara Penyelenggaraan Negara dan pihak lain yang merugikan pihak lain,
masyarakat dan atau Negara.
Nepotisme adalah
setiap perbuatan Penyelenggaraan Negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa
dan Negara.
·
Masyarakat
Madani, Suatu tatanan kehidupan yang menghargai hak-hak
kewargaan. Demokrasi dipandang sebagai sebuah proses memperkuat masyarakat
madani.
·
Paradigma,
Merupakan
suatu cara pandang , nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar, atau cara
memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa
tertentu.
·
Platform, Landasan berpijak
dimana dan kearah mana perjuangan dituju.
·
Sinergi,
Sejumlah
hal yang saling berkaitan dan saling mendukung.
·
Visi,
Pandangan,
daya lihat kedepan terhadap posisi seseorang atau kelompok ditengah
perkembangan/dinamika masyarakat.
Menurut
Ketetapan MPR-RI No.VII/MPR/2001 menyatakan sebagai berikut:
Visi
adalah wawasan kedepan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Visi
bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk
berbuat.
Visi
tersebut merupakan inspirasi, motivasi , dan kreatifitas yang mengarahkan
proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang
dicita-citakan.
Tentang
Visi Indonesia Masa Depan, dinyatakan dalam Pasal 1 Ketetapan sebagai berikut:
1) Visi
Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUDNRI
Tahun1945;
2) Visi
Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3) Visi
lima tahunan, sebaimana termaksud dalam GBHN.
Ideologi
Pancasila bersumber pada cara pandang integralistik (indonesia) yang
mengutamakan gagasan tentang negara (staatsidee)
yang bersifat persatuan. Jadi berbeda dengan cara pandang perseorangan atau
individualistik, yang secara abstrak mendasarkan kepada hak perseorangan yang
kemudian berdasarkan suatu perjanjian bermasyarakat, membentuk negara. Cara
pandang ini menurut pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 menumbuhkan pandangan
dualistis dalam bernegara, artinya ada suatu pertentangan antara individu dan
kelompok, dan bahwa hak individulah yang lebih dominn daripada masyarakatnya,
karena manusia menurut cara pandang ini dilahirkan bebas.
Di
dalam cara pandang integralistik Indonesia, manusia tidak dilahirkan bebas,
namun secara alamiah justru tergantung pada orang lain dalam suatu keberadaan
tertentu. Oleh karena itu yang diutamakan ialah persatuan yang integral dalam
setiap keberadaannya, dan hal ini mempunyai dampaknya baik di bidang kenegaraan
(polisi), sosial, budaya, hukum, ekonomi dan sebagainya.
Dengan
demikian Ideologi Pancasila sebagai suatu kesatuan tata-nilai tentang
gagasan-gagasan yang mendasar, didasarkan pada pandangan hidup bangsa, yaitu
Pancasila yang merupakan jawaban terhadap diperlukannya falsafah dasar negara
Republik Indonesia.
Beberapa
ide atau gagasan dasar yang dikemukakan oleh Ideologi Pancasila, dapat kita
telusuri di dalam Undang Undang Dasar 1945, baik di dalam pembukaan,
pasal-pasal atau batang tubuh, maupun penjelasannya.
Rumusan-rumusan
di dalam Undang Undang Dasar bersifat luwes, sehingga dapat menyambut
perkembangan masyarakat. Keluwesan perumusan tersebut, ditempuh dengan cara
menentukan nilai-nilai pokoknya saja, atau dengan cara menginstruksikan perumusannya
dengan undang-undang. Karena dengan undang-undang diasumsikan pembuat
pembuatanya dengan sepengetahuan dan dengan persetujun (wakil) rakyat. Sehingga
harus menampung aspirasi rakyat, atau sejalan dengan kesadaran hukum rakyat dan
tidak berdasarkan politik hukum penyelenggara negara belaka. Gagasan dasar
tersebut misalnya:
·
Mengenai bermasyarakat, yang kita jumpai
nilai-nilai dasarnya di alinea I pembukaan Undang Undang Dasar 1945
·
Mengenai bernegara, yang kita jumpai
pada alinea II Pembukaan
·
Mengenai terjadinya negara, yang kita
jumpai pengertiannya di dalam alinea III Pembukaan
·
Mengenai tujuan bernegara, pengertian
kerakyatan atau demokrasi, dan kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di
dalam negara yang berada pada rakyat, kesemuanya dirumuskan di dalam alinea IV
Pembukaan
Demikian
pula mengenai tatanan bernegara (organisasi), tatanan gerak knegaraan (sistem
GBHN), tatanan hidup beragama, tatanan hukum, tatanan pekerjaan yang layak dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tatanan kesejahteraan sosial atau
perekonomian, tatanan pertahanan-keamanan, tatanan pendidikan dan kebudayaan
dan sebagainya, kita jumpai instruksinya di dalam batang tubuh Undang Undang
Dasar 1945.
Sedangkan
pengertian hukum dasar, sistem undang undang dasar dan etika atau sikap
perilaku (semangat), kita jumpai pokkok-pokoknya atau arahan pengertiannya di
dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945.
DIMENSI-REALITA, IDEALISME DAN
FLEKSIBILITAS IDEOLOGI PANCASILA
Rumusan
tentang gagasan dasar, baik yang berupa batasan atau pengertian di dlam
pembukaan Undang Undang Dsar 1945, maupun yang berupa tatanan dasar
sebagaimana terumus di dalam batang
tubuh Undang Undang dasar 1945, menunjukkan realita di indonesia mengenai
masalah berbangsa, bermasyarakat dan bernegara yang mungkin secara universal
dapat pula tumbuh pada bangsa lain.
Dengan
demikian kongkretnya Ideologi Pancasila tampak pada dimensi realita yang
dieksposkan oleh para pembentuk Undang Undang Dasar 1945. Hal inilah yang membedakan
Ideologi Pancasila dan ideologi yang lain, dan ini pula yang mengkongkretkan
Ideologi Pancasila dan ideologi yang lain.
Ideologi
Pancasila dirumuskan berdasarkan pengalaman sejarah, baik yang mencerminkan
suatu keberhasilan maupun kepahitan pengalaman historis bangsa indonesia, baik
yang disebabkan oleh ideologi lain maupun oleh hal-hal dari dalam lingkungan
bangsa indonesia sendiri. Hal ini menumbuhkan dimensi ideal, sesuatu yang
dicita-citakan dalam menjawab permasalahan berbangsa, bermasyarakat, dan
bernegara.
Dimensi
realita dan idealisme menuntut suatu pemahaman yang mendasar tentang sejarah
perjuangan bangsa indonesia, baik dalam pembentukan bangsa dari berbagai suku
bangsa (nationbuilding) dan dalam
bermasyarakat di segala aspek kehidupa dan penghidupan termasuk beragam dan
bernegara (characterbuilding).
2.3 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Pengertian
Pancasila Sebagai Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam
pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara
luas Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi atau
arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah
terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan,
kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan.
Ketetapan bangsa Indonesia mengenai
pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam ketetapan MPR No. 18 Tahun
1998 tentang pencabutan dari ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 mengenai Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa
pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 45 ialah dasar negara dari negara
NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari
ketetapan MPR tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan
pancasila sebagai ideologi nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi negara
yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang mempersatukan
masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan operasional aplikatif, sehingga
tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam ketetapan MPR No.18 dinyatakan bahwa
pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsistem dalam
kehidupan bernegara.
1. Pengertian
ideologi menurut Marx: Ideologi sebagai ketersaingan
Yang sangat benar pengaruhnya dalam
perkembangan pengertian ideologi adalah Karl Marx. K. Marx dan aliran Marxis
menggunakan kata ideologi dalam arti khusus, dalam arti peyoratif. Menurut Marx
dan golongan Marxis ideologi itu bersama
agama, filsafat dan moral termasuk suprastruktur, sedangkan
relasi-relasi termasuk infrastrukturnya. Lambat laun ideologi mendapat arti
“sistem ide-ide suatu establishment” atau dari suatu organisasi untuk mempertahankan status quo
nya. Ideologi pada dasarnya oleh mereka dianggap tertutup, tidak objektif,
tidak ilmiah, melekat pada suatu struktur, suatu kekuatan tertentu. Sebagai
contoh umpamanya fasisme, sosialisme nasional Hiltler. Menurut Karl Marx dan
golongan Marxis hanya Marxismelah yang merupakan satu-satunya filsafat, yang
melikiskan hidup dan realitas ini denga benar, yang dianut karena memang sesuai
dengan realitas.
Tentang para ideologi
jerman,khususnya kelompok Hegelian muda. Karl Marx menulis: “Sie vergessen
nur, dasz sie die wirklich bestehende Welt keineswegs bekambfen, wenn sie nur
die phrasen dieser Welt bekempfen” (K. Marx dan Fr. Engles: Die Deutsche Ideologi, Ditz Verlag, Berlin 1957). K.
Marx dan para pengikutnya menyatakan bahwa ideologi tidak objektif, dan suatu
kebohongan, mengapa ideologi itu dianut dan di dukung?” jawaban Karl Marx dan
para pengikutnya: Ideologi dianut karena menguntungkan, misalnya karena vested
interest. Ingatlah saja umpamanya mitos: mitos dikarang untuk
mempertahankan posisi golongan bangsawan,sampai orang berani menyatakan bahwa
asal-usul rajanya adalah dari kedewaan.
Menurut pandangan golongan Marxis,
banyak ideologi berasal dari golongan kapitalis dan untuk membela kepentingan
kapitalisme. Dengan demikian jelaslah bahwa golongan Marxis menggunakan istilah
ideologi hanya dalam arti peyoratif, dalam arti buruk. Tetapi kenyataan
menunjukkan tidak ada alasan sedikit pun untuk memberi arti yang demikian itu.
Sebaliknya juga tidak tepatlah apabila istilah ideologi hanya dianggap
mempunyai arti baik saja. Pendirian itu barangkali ada di antara kita sendiri.
Akan tetapi sejarah membuktikan adanya ideologi yang jahta, seperti
fasisme,naziisme dan komonisme sendiri. Menurut hemat saya istilah itu
mempunyai arti netral. Baik buruknya , benar salahnya tergantung pada isinya.
Yangbperlu kita perhatikan ialah dikemukakan nya bahwa orang menganut ideologi karena
kepentingan.
Bahkan menurut golongan Marxis semata-mata karena kepentingan.
Pendirian ini adalah salah. Tidak benar bahwa tiap-tiap ideologi dianut hanya
karena kepentingan.kita mengabut dan mempertahankan ideologi pancasila bukan
hanya karena kepentingan,melainkan karena kita mempunyai keyakinan bahwa
pancasila itu benar. Segi kebenaran dalam soal ideologi memang tidak begitu
disadari. Dalam praktek, orang menganut dan mendukung ideologi karena memandang ideologi itu sebagai cita-cita, ideologi merumuskan
cita-cita hidup. Di sini perlu ditegaskan apa sesungguhnya hakikat ideologi
itu.kalau disisihkan dahulu masalah benar tidaknya suatu pandangan yang
dijadikan ideologi, maka ideologi kiranya dapat dirumuskan sebagai: seperangkat
ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas,yang dijadikan pedoman dan
cita-cita hidup.
2.
Perumusan berdasarkan fakta sejarah.
Dalam
sejarah kita menyaksikan bahwa ideologi seringkali dianut karena manfaatnya.
Akan tetapi orang menganut dan mendukung suatu ideologi pada dasarnya juga
karena keyakinan bahwa ideologi itu benar. Ide-ide atau pengertian-pengertian
itu merupakan suatu sistem,suatu perangkat yang menjadi suatu kesatuan, menjadi ideologi mengenai
manusia dan seluruh realitas. Setiap ideologi
dalam intinya pasti mempunyai suatu citra manusia tertentu. Dengan kata
lain,setiap ideologi pasti mempunyai suatu citra ataun gambaran:manusia itu
apa, dan bagaimana relasi-relasinya dengan alam semesta,dengan sesama manusia
dan dengan penciptanya. Dikatakan : mengenai manusia dan seluruh realitas,
mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai posisi tertentu,mempunyai
kedudukkan,berarti mempunyai hubungan atau relasi.
Sesuai dengan watak
hubungan-hubungan yang diakui,suatu ideologi itu bersifat hanya diesseiting atau diesseitig serta jenseitig. Sebagai
contoh, komunisme adalah ideologi yang hanya bersifat “diesseitig”, karena
hanya mengenai hidup di dunia ini,tidak mengenal tuhan dan tidak mengenai
kehidupan kelak. Pancasila adalah ideologi yang bersifat “diesseitig” maupun
“jenseitig”. Pancasila adalah “diesseitig” karena mengenai kehidupan di dunia
ini, tetapi sekaligus juga “jenseitig”,mengakui adanya Tuhan, juga mengenai
kehidupan sesudah kehidupan di dunia ini.
Dalam rumusan itu dikatakan bahwa
ideologi merupakan seperangkat ide asasi = maksudnya bukan sembarang ide atau
pengertian melainkan ide pokok, yang fundamental yang mendasar, yang menyangkut
hakikat manusia. Dalam rumusan diatas kita akui,bahwa ideologi itu bukan hanya
suatu pengertian (ein Wissen) saja.
Ideologi merupakan prinsip dinamika; sebab menjadi pedoman dan cita-cita hidup.
3. Peranan ideologi
Setelah melihat apa yang dimaksud
dengan ideologi kini tiba saatnya kita meninjau fungsi atau peranan ideologi.
Dalam konteks ini menarik sekali karya seorang filsuf perancis terkenal, ialah
Prof. Dr. Paul Ricoeur, berjudul Ideologie
und Ideologi kritiek. Menurut Paul Ricoeur, begitu juga Jacques Ellul:
·
Suatu kelompok sosial,suatu masyarakat,
suatu organisasi, suatu bangsa pada umumnya mempunyai kebutuhan untuk memiliki
citra jati dirinya. Historisitas kelompok itu perlu dirumuskan. Saat mulai
berdirinya kelompok itu atau Grundungsakt
mereka merupakan unsur yang amat penting.
·
Karena para pendiri atau Founding Fathers lambat laun meninggalkan
panggung kehidupan kemasyarakatan, maka timbul bahaya akan adanya jarak antara
“Grundungsakt” dan Generasi Muda. Maka fungsi ideologi adalah menjembatani
jarak itu.
·
Ideologi mempunyai fungsi penting, yaitu
menanamkan keyakinan akan kebenaranperjuangan kelompok atau kesatuanyang
berpegang teguh pada ideologi itu. Maka ideologi menjadi sumber inspirasi dan
sumber cita-cita hidup bagi para warganya,khususnya pada para warganya yang
masih muda. Ideologi berupapedoman artinya menjadi pola dan norma hidup. Tetapi
sekaligus menjadi ideal atau cita-cita. Realisasi dari ide-ide dipandang
sebagai kebesaran,kemuliaan manusia. dengan melaksanakan ideologi, manusia
tidak hanya sekedar ingin melakukan apa yang disadari sebagai kewajiban. Dengan
ideologi, manusia mengejar keluhuran. Oleh karena itu, manusia sanggup
mengorbankan harta benda, bahkan hidupnya demi ideologi. Karena ideologi
menjadi pola, norma hidup dan dikejar pelaksanaannya sebagai cita-cita, maka
tidak mengherankanlah jika ideologi menjadi Lebensgestaltung,
menjadi levensnor,menjadi bentuk
hidup.
·
Ideologi
berfungsi sebagai suatu code,suatu
rangkuman karya dan pendapat para pendiri, yang menguasai seluruh kegiatan
sosial.
Di sini ada bahayanya, ialah orang menjadi cenderung berpandang sempit; orang
menjadi berpendirian bahwa ideologinya yang paling benar.
4. Ideologi dan hukum
Profesor Ronald Dworkin membeberkan
pandangannya mengenai hukum dan masyrakat dalam bukunya Law’s Empire
secara cemerlang diuraikannya bagaimana
sistem hukum Anglo-Amerikan berfungsi dan prinsip yang mendasarinya.
Dworkin menyajikan teorinya sendiri,
yaitu suatu teori yang bercorak pragmatis tetapi dalam konteks “integritas
hukum”. Orang harus memenuhi persyaratan konsistensi hukum,terutama konsistensi
dalam apa yang oleh Dworkin disebut implied
philosophy (Gambaran masyarakat yang melekat tersirat), di tempat lain
disebut scheme of principles (skema
prinsip-prinsip).
Menurut Dworkin ada tiga tipe
masyarakat:
1. Model
de facto murni: Karena keadaan
tertentu ada sekelompok manusia berkumpul dan hidup bersama. Kelompok ini
diatur oleh seperangkat peraturan.ini jelas suatu bentuk konvensionalisme.
2. Suatu
model masyarakat yang disebut rule book semata-mata:
Masyarakat ini diwarnai oleh suatu himpunan peraturan yang sama;ini suatu
bentuk konvensionalisme juga.
3. Suatu
masyarakat yang berprinsip: a society of
princip
Dalam masyarakat ini kita temukan
adanya citra masyarakat yang melekat, dalam bentuk
prinsip-prinsip tertentu yang menjiwai kehiduan masyarakat. Para anggota
masyarakat berpegang teguh pada asas-asas tertentu yang pengejawantahannya
tampak dalam tindakkan dan perilaku mereka.
Dworkin menyebutkan empat
persyaratan,yang harus dipenuhisuatu masyarakat untuk menjadi suatu associative community yang sejati
(mungkin dapat kita terjemahkan denga istilah masyarakat komunal atau
masyarakat gotong royong).
1. Kewajiban
itu harus bersifat khusus,artinya bebeda dengan kewajiban umum terhadap
orang-orang lain diluar kelompok itu
2. Para
anggota masyarakat menerima tanggung jawab dan kewajiban secara pribadi
3. Para
anggota masyarakat harus menerima tanggung jawab dan kewajiban sebagai
konsekuensi dari keanggotaan kelompok untuk memperhatikan dan mengusahakan
kesejahteraan sesama anggota.
4. Para
anggota masyarakat harus beranggapan
bahwa kegiatan-kegiatan kelompok bukan hanya sekedar menunjukkan kepedulian
melainkan justru kepedulian yang sama terhadap semua anggota.
Hukum yang integer, yang utuh adalah
hukum yang ,melekat pada sistem prinsip. Menurut Dworkin agar hukum itu
benar-benar integer,harus memenuhipersyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Hukum
itu harus koheren dan konsisten.
2. Hkum
harus konkret dan responsif
3. Secara
etis hukum harus dapat disahkan. Harus mengandung nilai-nilai asasi:
(persaudaraan),(perhatian dan penghormatan yang sama). Menurut kami: Sesuai
dengan hukum kodrati..
5. Kesimpulan ideologi dan pancasila
Kita
sudah melihat bahwa ideologi yang menjadi pola dan norma hidup. Orang-orang
yang menganut suatu ideologi berusaha untuk benar-benar mempraktekkan dan
melaksanakan ideologi itu sebagai cita-cita hidup mereka.
Dalam perbuatan manusia konkret,
materi atau bahan dan perbuatan menjadi kesatuan dan mempunyai arti tertentu.
Kalau ada sesama manusia terlibat, maka sesama manusia itu tidak boleh
dijadikan objek. Kalau sampai terjadi hal itu, maka terjadi perkosaan
perikemanusiaan. Manusia tidak boleh mengobjekkan sesama manusia. Manusia
tidak boleh mengobjekkan sesama manusia.
Kalau perbuatan manusia itu menyangkut sesama manusia maka dapat juga mempunyai
makna atau arti, apabila perbuatan itu penuh hormat terhadap sesama sebagai
makhluk pribadi, apabila perbuatan itu menjunjung tinggi martabat sesama
manusia. Dengan kata lain perbuatan kita tidak boleh bersifat destruktif,
melainkan harus bersifat konstruktif. Maksudnya
ialah kita harus mempertahankan dan memperkembangkan kedudukan sesama kita
sebagai pribadi yang selalu terpanggil untuk memperkembangkan diri menjadi
kepribadian atau manusia yang utuh. Exploitation
de I'homme par I'homme itu jahat, bertentangan dengan perikemanusiaan.
Maka dapat disimpulkan bahwa zin,sens,meaning artinya berguna untuk mempertahankan dan
menyempurnakan human existence atau
eksistensi manusia sebagai pribadi. Yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa
manusia bertindak dan berbuat berdasarkan pengertian, sekalipun dalam
pengertian itu tidak semua unsur dari perbuatannya disadari sepenuhnya. Manusia
berbuat terhadap dunia dengan isinya.ini berarti manusia mengerti dunia ini.
Dalam pengertian itu terkandung norma antara manusia dan dunia ini. Manusisa
dapat mengambil bermacam-macam ide atau pengertian tentang dirinya sendiri.
Apabila manusia berpikir tentang kelakuan dan
perbuatannya, tentang hidupnya, maka ia dapat mengeksplisitkan bermacam-macam
pengertian atau ide yang terpendam. Kalau ia berpikir tentang perbuatan yang
menyangkut sesamanya, maka secara eksplisit merumuskan norma keadilan, dengan
melihat dasar bahwa sesamanya itu benar-benar sama. Maka hidup itu adalah hidup
bersama adalah "ko-eksistensi", dalam arti saling menyempurnakan,
saling membangun, jadi hidup gotong royong.
Apabila dengan uraian di atas kita
melihat kemungkinan timbulnya ideologi sebagai seperangkat ide pokok tentang
manusia dan seluruh realitas, maka kini dapatkita pertanyakan : Pastikah ideologi itu lahir? Sebab
kenyataannya adalah demikian : kita melihat manusia dengan perbuatan -
perbuatannya. Dalam kenyataan itu secara tersirat terkandung ide-ide itu.
Tetapi manusia dapat berpikir tentang perbuatannya. Yang menjadi masalah adalah
: pastikah manusia itu berpikir sedemikian rupa, sehingga timbullah ideologi?
Untuk mencoba menjawab pertanyaan ini janganlah kita lupa bahwa setiapp orang
yang normal, termasuk yang primitif pun, memahami norma-norma dan pola-pola
hidup yang dijadikan pedomannya. Mereka yang tidak mengindahkan norma-norma
hidup disebut orang yang abnormal, yang asosial.
6. Makna Dan Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi
Negara
Pancasila
harus menjadi dasar, arah dan tujuan. Pancasila bersifat hierarkhis piramidal.
Di mana pondasinya, adalah sila pertama dan puncaknya adalah sila ke lima. Sila
pertama, sebagai dasar negara, sila kedua, sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia. Sila ketiga, sebagai tujuan hidup bangsa Indonesia. Sila keempat,
sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dan sila kelima, adalah hasil
perjanjian luhur bangsa Indonesia.
Di
samping itu Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik Indonesia,
berfungsi sebagai dasar filosofis untuk menata dan mengatur penyelenggaraan
negara. Hal tersebut dapat dijabarkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara,
yang berarti:
a.
Pancasila dijadikan dasar dalam
penyelenggaraan negara;
b.
Pancasila dijadikan dasar dalam
pengaturan dan sistem pemerintahan negara;
c.
Pancasila merupakan sumber hukum dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara
fungsi Pancasila sebagai Ideologi dalam negara adalah sebagai berikut:
a.
Struktur kognitif,, maksudnya
keseluruhan pengetahuan yang dapat dijadikan landasan, untuk memahami dan
menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dialam sekitar.
b.
Orientasi dasar dengan membuka wawasan,
yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c.
Norma-norma yang menjadi pedoman bagi
seseorang, untuk melangkah atau bertindak.
d.
Bekal dan jalan bagi seseorang, untuk
menemukan identitasnya, sebagai keuatan yang mampu menyemangati dan mendorong
seseorng, untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
e.
Pendidikan bagi seseorang atau
masyarakat, untuk memahami, menghayati, serta memolakan tingkah lakunya, sesuai
dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya. (Sugiharso &
Yudikosuma. Com).
Dari
berbagai fungsi sebagai diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila
sebagai ideologi negara, berfungsi sebagi “tujuan atau cita-cita bangsa
Indonesia, serta sebagai sarana pemersatu bangsa”. Sehingga Ideologi Pancasila
merupakan keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan, dan nilai bangsa
Indonesia, yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
7. Proses
Perumusan Ideologi Negara Pancasila
Dalam bulan Maret 1942 pemerintah
Hindia Belanda menyerah. Bekas jajahan Belanda ini jatuh direbut oleh bala
tentaran jepang. Mulailah dipakai nama indonesia untuk menyebut kepulauan
Hindia Belanda. Nama indonesia itu untuk pertama kalinya dahulu dipakai oleh
orang Inggris bernama Logan pada tahun 1850. Kemudian pada tahun 1884 dipakai
oleh Adolf Bastian seorang etnograf. Nama indonesia itu berasal dari bahasa
yunani (Indos) dan (nesos) atau dalam bahasa Sanskrta nusa yang berarti pulau.
Setelah bangsa Jepang menguasai
kepulauan Indonesia,mereka ingin merebut hati rakyat indonesia.mereka
menyebarkan selebran dimana-mana. Mereka menyebut dirinya:saudara tua dan
penyelamat bangsa indonesia dalam rangka membebaskanbangsa indonesia dari kaum
imperialis. Tanggal 20 Maret 1942 dibentuklah pergerakkan tiga A: Nippon
Cahaya Asia,Nippon Pelindung Asia,Nippon Pemimpin Asia. Inilah ideologi
yang hendak dipaksakan orang jepang pada bangsa Indonesia. Maka dalam bulan
juli 1942 Soekarno dipindahkan dari
tempat pembuangannya ke tanah jawa.
Soekarno, M. Hatta dan S. Syahrir
berusaha sedapat mungkin untuk bekerja sama dengan pihak jepang tanpa
melepaskan cita-cita dan rencana mereka sendiri. Tiga serangkai ini bersepakat
bahwa S. Syahrir akan bekerja dibawah
tanah untuk memimpin gerakkan perlawanan menentang jepang. Pada tanggal
8 Maret 1943 jepang melancarkan suatu pergerakkan rakyat di indonesia yang
disebut Pusat Tenaga Rakyat (putera).
Pada tanggal 1 Maret 1944 putera di
bubarkan, dan dibentuklah suatu organisasi yang meliputi semua usaha tonarigumi (rukun tetangga) dan jawa hokokai. Di dalam jawa Hokakai
ditonjolkan sifat berbakti. Pemempin tertinggi adalah Gunseikan, Sedangkan Soekarno menjabat sebagai Komon (penasihat).
Keadaan Jepaang pada pertengahan
tahun 1944 semakin uruk. Moral masyarakat mulai mundur, produksi perang
merosot. Menghadapi situasi yang
kritis itu, pemerintah militer jepang tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan
pembentukkan Badab Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tugas poko BPUPKI ini adalah untuk menyusun konsep:
1. Dasar
negara
2. Undang-undand
dasar
3. Pribsip-prinsip
perekonomian nasioanal
4. Prinsip-prinsip
pertahanan keamanan nasional
BPUPKI
mengadakan sidang paripurna dua kali:
I.
Tanggal 29 Mei s/d 1 juni 1945 khusus
untuk membahas dan membicarakan perihal dasar negara.
II.
Tanggal 10 s/d 17 juni 1945:untuk
membicarakanhal konsep UUD,konsep prinsip-prinsip perekonomian,pertahanan dan
keamanan nasional.
Pada tanggal 29 Mei
1945 Mr. M. Yamin mengajukan konsep dasar negara yang pertama:
1. Peri
kebangsaan
2. Peri
kemanusiaan
3. Peri
ketuhanan
4. Peri
kerakyatan
5. Kesejahteraan
rakyat
Sebagai
kelengkapan pada pidato yang diucapkan itu, Mr. M. Yamin menyampaikan juga
secara tertulis suatu rancangan UUD-RI yang memuat dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan
yang maha esa
2. Kebangsaan,
persatuan indonesia
3. Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Indonesia adalah sebagai sarana pemersatu masyarakat, sehingga dapat dijadikan
prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri
negara Indonesia tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat
mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.
Pada awal mulanya, konsep pancasila dapat dipahami sebagai common
platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang
saat itu di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani
perbedaan ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila dimaksudkan oleh Ir.
Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar dengan asas itu seluruh
kelompok yang terdapat di negara Indonesia dapat bersatu dan menerima asas
tersebut.
Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi
pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sebenarnya dimaksudkan
sebagai platform demokratis bagi semua golongan Indonesia. Perkembangan
doktrinal pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal pancasila sebagai
platform bersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran sesuai dengan
rumusan pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi yang
komprehensif integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas, berbeda
dengan ideologi lain.
Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang dan berbeda dengan
pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro. Beliau melalui interprestasi
filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang ideologi bagi masyarakat
Indonesia. Yang pada mulanya pancasila sebagai ideologi terbuka sebuah
konsensus politik, pancasila menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif.
Interprestasi ini berkembang luas, masif bahkan monolitik pada masa
pemerintahan orde baru.
Pancasila dilihat dari sudut politik merupakan sebuah konsensus
politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh berbagai
golongan masyarakat di negara Indonesia. Dengan diterimanya pancasila oleh
berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia bersatu dalam negara kebangsaan
Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan common platform, atau
common denominator masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini
teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya
perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak
menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.
Banyak para pihak sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi negara atau
bangsa merupakan kesepakatan bersama, common platform dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi negara
inilah yang harus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa
yang plural ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka makna pancasila sebagai ideologi
negara Indonesia sebagai berikut :
·
Nilai-nilai
dalam pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari penyelenggaraan
bernegara di Indonesia.
·
Nilai-nilai
dalam pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama dan oleh
karenanya menjadi salah satu sarana untuk menyatukan masyarakat Indonesia.
Implementasi pancasila sebagai ideologi negara atau nasional, sebagai
berikut :
1. Perwujudan Pancasila Sebagai Cita-cita
Bernegara
Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi
cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No.7 tahun
2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut menyatakan
bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas 3 visi, yaitu :
·
Visi
ideal ialah cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam UUD
45 yaitu pada alinea kedua dan keempat.
·
Visi
antara, yaitu visi bangsa Indonesia pada tahun 2020 yang berlaku samapai dengan
tahun 2020.
·
Visi
lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar
Haluan Negara).
Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang
religius, manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya
merupakan upaya menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai cita-cita bersama.
Bangsa yang demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai
suatu cita-cita, nilai-nilai pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai
nilai-nilai ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana
menjadikan kehodupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai
ideal tersebut.
2. Perwujudan Pancasila Sebagai Kesepakatan
atau Nilai Integratif Bangsa
Nilai Integratif Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang
berarti bahwa pancasila sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Nilai integratif
pancasila mengandung makna bahwa pancasila dijadikan sebagai sarana pemersatu
dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik. Masyarakat Indonesia telah
menerima pancasila sebagai sarana
pemersatu, yang artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila
dijadikan semacam social ethics dalam masyarakat yang heterogen.
Pancasila sebagai kesepakatan diartikan sebagai konsensus bahwa dalam
hal konflik maka lembaga politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran
sebagai penengah.
Apakah pancasila dapat digunakan secara langsung mempersatukan
masyarakat dan mencegah konflik ?. Jawabannya tidak, tetapi prosedur
penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik yang meliputi lembaga maupun
aturan itulah yang diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di
masyarakat. Fungsi pancasila sebagai ideologi negara dalam hal ini yaitu
sebagai pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai pancasila menjadi
landasan normatif bersama.
Nilai-nilai pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian
konflik yang ada di dalam masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan bahwa
penyelesaian suatu konflik hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, nilai
kemanusiaan, mengedepankan persatuan, menjunjung tinggi prosedur demokratis dan
berujung pada terciptanya keadilan.
8. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan
Paham Ideologi Besar Lainnya yang ada di
Dunia.
Sebagaimana
telah dijelaskan terdahulu, bahwa ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat
kodrat manusia, sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial.
Oleh karena itu dalam ideologi Pancasila ia mengakui atas kebebasan dan
kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama, juga harus mengakui hak dan
kebebasan orang lain secara bersama, sehingga dengan demikian harus mengakui
hak-hak masyarakat.
Selain
itu bahwa manusia menurut Pancasila, berkedudukan kodrat sebagai makhluk
pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai
Ketuhanan, senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup negara dan
masyarakat. Namun kebebasan manusia dalam rangka demokrasi, tidaklah melampaui
hakikat nilai-nilai ketuhanan, bahkan nilai ketuhanan terjelma dalam bentuk
moral dalam ekspresi kebebasan manusia.
Agar
pemahaman tentang ideologi pancasila semakin mendalam, ada baiknya dilakukan
perbandingan antara ideologi pancasila dengan ideologi lainnya, yang antara
lain dengan ideologi liberalisme dan ideologi sosialisme.
1. Ideologi Liberalisme
Yaitu
faham yang megutamakan kemerdekaan individu, sebagai pangkal dan pokok dari
kebaikan hidup. Liberalisme lebih menekankan pada manusia sebagai individu
dengan masalah hak-hak asasi, kemerdekaan, kebebasan dan lain-lain. Yang
terpenting dalam kehidupan ini adalah individu. Karena itu masyarakat dan
negara harus mementingkan individu, karena masyarakat teridiri dari
individu-individu, dan keberadaan masyarakat adalah sebagai akibat adanya
individu.
Liberalisme
ini timbul akibat adanya penindasan oleh kaum bangsawan dan agama di zaman
monarki absolut. Oleh karena orang ingin melepaskan diri, dari kekengan
bangsawan dan agama dan mengumumkan kemerdekaan individu. Dalam implementasinya
liberalisme terbagi kepada 3 bidang, yaitu:
a.
Liberalisme di bidang politik
Maksudnya
karena negara terbentuk atas individu, maka oleh karenanya individulah yang
berhak menentukan segala-segalanya bagi negara. Kekuasaan tertinggi, kedaulatan
harus berada ditangan individu, yang berarti berada di tangan rakyat. Karena
negara terdiri dari individu, maka kemerdekaan individu adalah yang utama, dan
oleh karena itu tiap negara harus merdeka, tidak boleh ada yang tertindas oleh
negara lainnya, ataupun oleh siapapun. Karena negara mempunyai hak dalam
menentukan nasibnya sendiri. ( self determination ).
b.
Liberalisme di bidang ekonomi
Maksudnya
bahwa individu mengetahui segala kebutuhan hidupnya sendiri daripada orang lain
maupun negara, dan apabila tiap individu diberi kemerdekaan untuk mendapatkan
kebutuhannya, pasti kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Oleh sebab itu perlu
diterapkan
ekonomi bebas, produksi bebas,
perdagangan bebas.
c.
Liberalisme di bidang agama.
Maksudnya
individu harus merdeka untuk memilih sendiri apa pun yang baik, yang buruk bagi
dirinya, oleh sebab itu mereka harus merdeka dalam beragama.
2. Ideologi Sosialisme.
Yaitu
ideologi yang menghendaki suatu masyarakat disusun secara kolektif. (oleh kita
semua, untuk kita semua). Agar menjadi masyarakat yang bahagia. Sosialisme
bertitik tolak pada masyarakat, bukan pada individu, sehingga sosialisme adalah
lawan dari liberalisme. Sosialisme ini timbul sebagai reaksi dari paham
liberalisme, pada abad ke XIX. Paham ini diciptakan oleh Karl Marx dengan teori
Historis Materialisme.
Dalam
perkembangannya, sosialisme ini berkembang menjadi 2 aliran yaitu:
Pertama, Sosialisme
dan kedua, Komonisme. Yang masing-masing mempunyai karakteritik
sendiri-sendiri: Sosialisme mempunyai karakterik sebagai berikut:
a.
Untuk mencapai masyarakat sosialis memilih jalan evolusi,
b.
Milik individu diperbolehkan, hanya perusahaan yang penting bagi masyarakat yang harus dimiliki oleh negara.
c.
Distribusi dan konsumsi didasarkan jasa.
Sementara bagi Komonisme memiliki
karakteristik, berupa :
a.
Untuk mencapai masyarakat sosialis ditempuh dengan jalan revolusi,
b.
Milik individu dilarang;
c.
Distribusi dan konsumsi didasarkan pada kebutuhan.
9. Implementasi Pancasila sebagai Ideologi
Dalam rangka mengembangkan dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi
terbuka, Drs Moerdiono menggunakan pendekatan kontekstual dan aktual. Untuk
keperluan dimaksud nilai yang terkandung dalam Pancasila dibedakan antara nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
Nilai dasar adalah nilai yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat
tetap, tidak berubah dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi; nilai
instrumental adalah nilai-nilai yang merupakan penjabaran dari nilai dasar
dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan subtansi yang
dihadapi, namun tetap tidak menyimpang dari nilai dasarnya.
Nilai praksis adalah nilai turunan dari nilai dasar dan nilai
instrumental yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sewaktu dan setempat.
Dapat saja nilai praksis nampaknya menyimpang dari nilai dasar, tetapi apabila
diteliti secara cermat tidak akan terjadi penyimpangan dari esensi nilai
dasarnya.
Sebagai contoh nilai dasar sejahtera memiliki makna kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia terjabar dalam nilai instrumental yang tertuang dalam
norma instrumental seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2)
dan (3) dengan rumusan sebagai berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Betapa penting arti implementasi nilai dasar Pancasila, karena bila
nilai dasar tidak diimplemen-tasikan dengan sepantasnya, maka apa yang kita
cita-citakan tidak kunjung terwujud, dan orang menjadi ragu akan ketangguhan
idiologi nasional Pancasila sehingga menjadi tidak percaya dan cepat atau
lambat akan ditinggalkan. Sesuai dengan prinsip umum sosialisasi, maka dalam
upaya implementasi ideologi Pancasila dapat ditempuh tiga tahap, yakni:
Pemahaman (artikulasi) yang bermakna bahwa setiap warganegara
diharapkan mema-hami dengan benar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila melalui dialog interaktif dengan berbagai pihak,
mempelajari sendiri dari dokumen resmi yang tidak menyesatkan, meng-adakan
refleksi diri terhadap peng-alaman pribadi dan mengkaji pemikiran para ahli
sehingga diperoleh keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila.
Internalisasi adalah proses menjadikan ideologi Pancasila sebagai
bagian dari hidup setiap warganegara. Konsep, prinsip dan nilai yang terkandung
dalam Pancasila dipergunakan sebagai acuan dalam penilaian terhadap segala hal
ihwal yang dihadapinya.
Aplikasi yang bermakna menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila
dalam praktek kehidupan yang nyata, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan keamanan maupun aspek yang lain.
10. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
Masih
ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Anda pernah membaca
atau mendengar pengertian ideologi. Istilah ideologi berasal dari kata idea,
yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang
berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ideide (the
science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi
juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi
dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial
politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517). Dalam pengertian tersebut,
Anda dapat menangkap beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu
sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.
Sejarah konsep ideologi dapat
ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut digunakan Destutt de Tracy pada
penghujung abad kedelapanbelas. Tracy menyebut ideologi sebagai science of
ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional
bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mengecam istilah ideologi yang
dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal
semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam kenyataan
(Kaelan, 2003: 113). Jorge Larrain menegaskan bahwa konsep ideologi erat hubungannya
dengan perjuangan pembebasan borjuis dari belenggu feodal dan mencerminkan
sikap pemikiran modern baru yang kritis. Niccolo Machiavelli (1460--1520)
merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang secara langsung berkaitan
dengan fenomena ideologi. Machiavelli mengamati praktik politik para pangeran,
dan mengamati pula tingkah laku manusia dalam politik, meskipun ia tidak
menggunakan istilah “ideology” sama sekali.
Selanjutnya, Anda perlu mengenal
beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai
berikut:
a. Sastrapratedja (2001: 43):
”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan
diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
b. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi
adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya
menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
c. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi
adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol
sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai
tujuan masyarakat atau bangsa itu”.
Selanjutnya, untuk melengkapi
definisi tersebut perlu Anda ketahui juga beberapa teori ideologi yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.
a. Martin Seliger: Ideologi sebagai
sistem kepercayaan Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan
dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar
permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok
orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan
sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi
legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau
memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk
pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia.
b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai
Proyek Nasional Gouldner mengatakan bahwa ideologi
merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau
tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut, Gouldner
mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan
suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan
dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya
dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi juga
dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
c. Paul Hirst: Ideologi sebagai
Relasi Sosial Hirst meletakkan ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi
merupakan suatu sistem gagasan politis
yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah
ideologi mengacu kepada kompleks nir- kesatuan
(non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson,
1984:94-95).
Untuk lebih memperdalam pemahaman,
berikut ini beberapa corak ideologi.
a. Seperangkat prinsip dasar sosial
politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial politik
yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b. Suatu pandangan hidup yang
merupakan cara menafsirkan realitas serta mengutamakan
nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c. Suatu model atau paradigma
tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan sebagai
ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
d. Berbagai aliran pemikiran yang
menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pancasila
sebagai Ideologi bangsa dan negara Indonesia itu sangat penting.Karena
Ideologi merupakan alat yang paling
ampuh untuk menciptakan negara Indonesia yang kokoh, bermartabat dan berbudaya
tinggi.
Tanpa Ideologi bangsa akan rapuh dan hilang jati dirinya. Pancasila
sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki
nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa denganPancasila
bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan darisatu bangsa
terhadap bangsa yang lain. Ideologi bangsa Indonesia itu adalah Pancasila.
Indonesia mempunyai Ideologi Pancasila diharapkan mampu untuk membawa bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang lebih bagus dari sekarang.
Ideologi juga diharapkan mampu untuk membangkitkan kesadaran bangsa.
Setiap pengambilan keputusan harus berdasarkan ideologi negara Indonesia yaitu
Pancasila. Supaya dalam pengambilan keputusan keputusan tidak keluar dari
aturan dan kaidah negara Indonesia.
Tidak
hanya negara yang menganut ideologi Pancasila, tetapi juga masyarakat
Indonesia, masyarakat Indonesia dalam bertingkah laku juga harus berpedoman
teguh pada ideologi Pancasila supaya cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat
tersebut dapat terwujud dengan benar
Dari
uraian dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pancasila
telah memenuhi syarat sebagai ideologi karena telah mengandung konsep, prinsip
dan nilai yang membentuk sistem nilai yang utuh, bulat dan mendasar yang
merupakan pencer-minan dari pandangan hidup, filsafat hidup dan cita-cita
bangsa Indonesia.
2. Upaya
implementasi Pancasila dapat dilakukan melalui penjabaran nilai dasar ke dalam
nilai instrumental dan nilai praksis. Untuk melak-sanakan hal tersebut perlu
ditempuh tiga tahapan yaitu pemahaman (artikulasi), interna-lisasi dan
aplikasi.
3.2 SARAN
Dalam makalah ini penulis berkeinginan supaya makalah ini bermanfaat
bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila sebagai ideology
bangsa dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian.Dalam
Pancasila sebagai Ideologi.Pancasila
sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Politik.Jakarta:BP-7
Pusat,1991.
Franz
Magnis, Susena, Etika Politik. Jakarta:Gramedia,1988.
Hidayat, A, “Amandemen UUD 1945:
Analisis Kritis dari Perspektif Ketatanegaraan: Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Dosen-Dosen
Pancasila, UNNES Semarang, 2 Nopember
2002.
Kaelan, Zubaidi Achmad , Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Paradigma
Yokyakarta, 2007.
Kartohadiprodjo,S,
.Pancasila dan/dalam UUD1945. Bandung:Binacipta,1968.
Mubyarto, Ideologi Pancasila dalam
kehidupan Ekonomi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1992.
Mustaqiem, Pendidikan Pancasila,
Ideologi Negara Indonesia Dalam Bermasyarakat, Berbangsa,
Dan Bernegara, Buku Litera, Yokyakarta, 2013.
Mubyarto.
Dalam Pancasila sebagai Ideologi. Pancasila
Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Kebudayaan.
Jakarta: BP-7 Pusat,1991.
Marsudi,
Subansi Al, Pancasila dan UUD'45 dalam
Paradigma Reformasi, Jakarta : PT Raja Grapindo
Persada, 2001.
Moerdiono.Dalam
Mimbar BP-7.Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka Menghadapi Era Globalisasi
dan Perdagangan Bebas.Jakrta:BP-7Pusat,1995/1996.
Poespowardojo,Soerjanto,dalam
Pancasila sebagai Ideologi.Pancasila
sebagai Ideologi Ditinjau dari Segi
Pandangan Hidup Bersama. Jakarta: BP-7 Pusat,1991.
Ricoeur,
P., Ideologi und Ideologiekritik: Dalam B. Waldenfels, J. Broekman, A. Pazanin,
Frankfurt am Main, 1977.
Soeprapto.
Mimbar BP-7.Pancasila Ideologi Bangsa
Indonesia.Jakarta:BP-7 Pusat,1980 No.43.
Sutrisno,Slamet.
Pancasila Sebagai Metode.Yogyakarta:Liberty,1986.
Sastrapratedja,M.
Dalam Pancasila sebagai Ideologi, Pancasila
sebagai Landasan Ideologi Dalam Kehidupan Budaya. Jakarta:BP-7 Pusat,1991.
Tjokroamidjojo, B. Pancasila Sebagai
Ideologi Birokrasi/Aparatur Pemerintah, BP-7 Pusat, Jakarta, 1992.
Wahjono,Padmo,
Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan. Jakarta:Yayasan
Wisma Djokosutarto,SH.,1991.
Wahdjono,Padmo.
Dalam Pancasila sebagai Ideologi.Mengembangkan
Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.Jakarta:BP-7 Pusat,1991,No.49.
Kaelan,
Zubaidi Achmad, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
(Yokyakarta: Paradigma,2007) hlm.30.
Poespowardojo,
Soenaryo, Pancasila Sebagai Ideologi Ditinjau Dari Segi Pandangan Hidup
Bersama, Dalam “Pancasila Sebagai Indonesia”, (Jakarta: BP-7 Pusat, 1991)
hlm. 47.
Tjokroamidjojo,
B. Pancasila Sebagai Ideologi Birokrasi atau Aparatur Pemerintah,
(Jakarta: BP-7 Pusat, 1992) hlm. 285.
Hidayat,
A, “Amandemen UUD 1945: Analisis Kritis dari Perspektif Ketatanegaraan:
Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Dosen-Dosen Pancasila, (Semarang: UNNES Semarang, 2002)
hlm.83.
Mustaqiem, Pendidikan
Pancasila, Ideologi Negara Indonesia Dalam Bermasyarakat, Berbangsa, Dan
Bernegara, (Yokyakarta: Buku Litera,2013), hlm. 62
Komentar
Posting Komentar