Langsung ke konten utama

Postingan Baru

RIAN/LEONG 16 TAHUN HANYUT DI SUNGAI TAPAK GAJAH TENGKUSAN TANJUNG MORAWA SUMUT

Warga dan aparat desa setempat Warga setempat Lokasi Kejadian Tim SAR Tim SAR Tim SAR Rinni Kurnia Ibunda Adrian Teman-teman Adrian Tim SAR Gabungan Tim SAR Anggota BPBD Deli Serdang  Seorang remaja bernama Adrian Bayu Sudira Alias Rian/Leong berusia 16 tahun yang beralamat di Pangungsian Tanjung Morawa, Medan Sumatera Utara hanyut di Sungai Tapak Gajah Tengkusan Tanjung Morawa kemarin 7 Agustus 2023 pada pukul 14.00 siang wib. Kronologi bermula ketika Rian/Leong bersama teman-teman nya pergi bermain ke Sungai Tapak Gajah Tengkusan Tanjung Morawa untuk bersenang senang, lalu Rian/Leong dan ke 13 temannya makan dipinggir sungai, selepas makan Rian/Leong melakukan push up , ujar syaid, salah satu temannya.  Kemudian setelah melakukan push up Rian/Leong langsung melompat ke sungai untuk berenang, namun naas tidak lama berselang Rian/Leong berteriak meminta tolong kepada temannya, dan seorang teman pun membantu menolong, namun naas teman nya tidak dapat menolong dan Rian/Leong pun...

MAKALAH PANCASILA (PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA)



BAB II
PEMBAHASAN
2.1       DEFINISI PANCASILA
            Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu ”Panca” yang berarti lima dan ”Sila” yang berarti dasar. Pancasila berarti lima dasar atau lima asas yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan ajaran, gagasan, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya dan dijadikan pandangan hidup bangsa Indonesia dan menjadi pentunjuk dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
            Dengan demikian ideologi Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk dengan pelaksanaan yang jelas.
            Pancasila sebagai tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai suatu ideologi, karena Pancasila memuat ajaran, doktrin dan atau gagasan (ide) bangsa Indonesia yang di yakini kebenarannya dan disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya.
            Selain sebagai ideologi negara, Pancasila juga berperan sebagai ideologi terbuka. Ideologi terbuka mengandung pengertian ideologi yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai adanya dinamika secara internal. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama dalam penerapannya yang berbetuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia nodern.
            Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praksis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
            Pancasila sebagai ideologi adalah gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi pegangan hidup. Perlu dikemukakan bahwa ideologi Pancasila sebagai sebuah pemikiran sudah memenuhi sifat ideologi terbuka. Nilai yang terkandung didalam ideologi Pancasila bukanlah nilai-nilai luar tetapi bersumber dari kekayaan rohani bangsa serta diterimanya nilai bersama itu adalah hasil kesepakatan warga bangsa bukan paksaan atau tekanan pihak lain.
            Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan umum UUD 1945. Dalam penjelasan tersebut dikatakan bahwa : ”terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut”.
2.2       DEFINISI IDEOLOGI
A.        PENGERTIAN IDEOLOGI
            Secara etimologis Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang dapat diartikan sebagai gagasan, konsep, pengertian dasar, dan cita-cita, serta logos yang berarti ilmu. Sedangkan kata “idea” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ eidos”, yang berarti bentuk. Disamping itu ada pula kata “Idein” yang berarti melihat. Maka secara harfiah ideologi dapat diartikan dengan ilmu pengertian pengertian dasar, yang dalam keseharian “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yaitu cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai. Sehingga cita-cita tersebut sekaligus menjadi dasar, menjadi pandangan atau faham.[1]
            Berikut ini terdapat beberapa pengertian ideologi yang dikemukakan oleh para fakar, yang antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Ideologi adalah sebagai kompleksitas pengetahuan dan nilai, yang sacara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat), untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya, serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya, seseorang menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.[2]
2.      Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol kelompok masyarakat atau suatu bangsa, yang menjadi pegangan dan pedoman kerja atau perjuangan, untuk mencapai tujuan masyarakat bangsa itu.[3]
3.      Ideologi adalah keharusan untuk melaksanakan dalam sikap, perilaku dan perbuatan penganutnya, kemudian juga usaha dapat diundangkannya secara legal, dan dihubungkan dengan suatu badan kelembagaan, yang didirikan untuk merealisasikan pola kepercayaan trsebut. [4]
            Dari berbagai pengertian Ideologi seperti dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa ideologi merupakan seperangkat ide dasar masyarakat, bangsa, yang dijadikan pengangan, dalam meencapai tujuan atau cita-cita bersama. Ada beberapa karakteristik yang terdapat dalam Ideologi sebagai pandangan masyarakat. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis;
2.      Ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam dan terprogram;
3.      Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan;
4.      Ideologi memiliki pola pemikiran yang sistematis;
5.      Ideologi cenderung eksklusif, absolut dan universal;
6.      Ideologi memiliki sifat empiris dan normatif;
7.      Ideologi dapat dioperasionalkan dan didokumentasikan konseptualismenya; dan
8.      Ideologi biasanya terjalin dalam gerakan-gerakan politk.[5]  
            Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat yang bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
     a.    Mempuyai derajat yang tinggi srbagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
     b.    Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan dunia, pandang   hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan,            dilestarisakan kepada generasi berikutnya, diperjuangan dan dipertahankan dengan        kesediaan berkorban.
Untuk memahami Ideologi Pancasila, kita tidak dapat mengabaikan pemikiran-pemikiran dari para pembentuk Undang Undang Dasar 1945, yang disampaikan pada rapat Badan Penyelidik  Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
            Oleh para pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 dikemukakan adanya dua cara pandang utama yaitu yang bersifat perseorangan atau individualistik dan yang bersifat kekeluargaan atau integralistik, yang untuk tepatnya lebih baik kami sebut integralistik Indonesia. (Disamping itu dapat dikemukakan pula adanya cara pandang yang otoriter).
B. IDEOLOGI DALAM ARTI PRAKTIS
            Ialah kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan diangggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik yang indivual maupun yang sosial.
C. PENERAPAN IDEOLOGI
            Perapan Ideologi dalam kehidupan kenegaraan disebut "Politik". Karena itu sering terjadi bahwa ideologi dimanfaatkan untuk tujuan tertentu, misalnya: merebut kekuasaan.
Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara. Dalam hal ini sering juga disebut Philosofische Grondslag atau Weltanschauung yang merupakan pikiran-pikiran terdalam, hasrat terdalam warga negaranya, untuk diatasnya didirikan suatu negara.[6]
D. PENDAPAT-PENDAPAT PAKAR TENTANG IDEOLOGI
1.      Padma Wahjono.[7]
            Mengartiakan ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar. Menurut pakar hukum tata negara ini ideologi merupakan suatu kelanjutan atau konsekuensi daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan berupa seperangakat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir didalam kehidupan berkelompok.

2.      Mubyarto [8]
            Pakar ekonomi ini mengartikan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekeompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman karya (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa.

3.      M.Sastapratedja[9]
            Pakar budaya ini mengartikan bahwa ideologi ialah seperangkat gagasan atau pemikran yang berorientas pada tindakan yang diorganisir suatu sistem teratur. Dalam hubungan ini fungsi penting ideoogi antara lain adalah untuk membentuk identitas kelompok atau bangsa dan fungi mempersatukannya. Ideologi mempunyai kecenderungan untuk memisahkan in group (kita) dari out group (mereka).
Bila dibandingkan dengan agama, yang berfungsi mempersatukan orang dari berbagai pandangan, bahkan dari berbagai ideology, maka sebaliknya ideology mempersatukan orang-orang dari berbagai agama. Maka dari itu ideology juga berfungsi untuk mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial menjadi solidarity making dengan mengangkat berbagai perbedaan kedalam tata nilai lebih tinggi.
            Dalam fungsi pemersatuan dilakukan dengan merelativir keseragaman atau keanekaragaman , misalnya dengan semboyan: “kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan”, dan pada kasus tertentu ideology juga dapat menciptakan tata nilai lebih tinggi.
            Menurut Soedirman Kartohadiprojo, adanya semboyan tersebut telah menjadi salah satu ekspresi  jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun, yang asa-asasnya terdapat dalam hukum adat.[10]
4.Soerjanto Poespowardojo[11]
            Seorang pakar sosiologi-budaya, mengartian ideology adalah kompleks pengetahuan dan nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagatraya dan seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
5. Franz Magnis Suseno[12]
            Seorang pakar  filsafat, mengartikan ideology dalam arti luas, dan dalam arti sempit.
            Dalam arti luas, dan kurang tepat istilah “ideology” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Dalam arti ini keyakinan bahwa Negara dan kesetiakawan akan disebut ideology. Penggunaan kata “ideology” ini oleh kebanyakan penulis dianggap tidak tepat, bahkan menyesatkan.
             Apalagi pada banyak orang kata ideology langsung menimbulkan asosiasi negative. Orang biasanya tidak rela cita-citanya disebut ideology. Tetapi karena dalam bahasa Indonesia, dengan mengikuti cara bicaranya yang terutama  ditemukan dala Negara-negara komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebgai”ideology” yang mereka banggakan.), maka Franz Magnis Suseno menggunakan kata ideology sebagai sesuatu yang positif, yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai “ideology terbuka” .
            Disamping kata “ideology” , juga ada kata “ideologis”. Kata ini selalu berkonotasi negative dan tidak pernah dipakai dalam arti”ideplogi terbuka”.setiap usaha untuk memutlakkan gagasan-gagasan tertentu disebut ideologis. Biasanya kata ideologis sekaligus menbawa konotasi, bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu sebenarnay menyelubungi dan dengan demikian melindungi kepentingan-kepentingan kekuasaan  tertentu.
E. KEKUATAN IDEOLOGI
            Menurut Alfian, seorang pakar ilmu politik, mengemukakan bahwa kekuatan suatu ideology itu tergantuntung pada kualitas 3 (tiga) dimensi yang ada pada ideology itu sendiri.[13]
a.       Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung  di dalam ideology tersebut secara riil berakar dalam dan/atau hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya (menjadi  volkgeist/jiwa bangsa).
b.      Dimensi Idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologitersebut mengandung ideolisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.       Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembanga, yaitu ideology tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideology yang bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya, dan menurut pakar ini Pancasila memenuhi ketiga dimensi tersebut.
F.    PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
            Pancasila sebagai ideology mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh.Sebagai ideology, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas disegala bidang, dank arena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
            Pancasila sudah memenuhi syarat sebagai ideology terbuka,  bukanlah berati bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain, karena bila dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru), hal itu sama artinya dengan meniadakan identitas/ jati diri bangsa Indonesia. Hal mana berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal.
            Maka di dalam pengertian Pancasila sebagai ideology terbuka itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar daripada Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
            Dengan perkembanangan atas nilai-nilai dasar ini Pancasila tidak berubah mencaji semacam ideology yang tertutup atau kaku yanag hanya bersifat doktriner seperti halnya yang terdapat pada Negara yang berpaham totaliter, disamping juga bukan ideology yang bersifat utopia atau hanya terdapat dalam angan-angan belaka, melainkan bhawa ide-ide/ gagasan-gagasan dasarnya tersebut dapat dilaksanakan.
            Pengembangan atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis dengan memperhatikan tingkat kebutuhan serta perkembangan masyarakat Indonesia sendiri. Dengan demikian nilai-nilai dasar Pancasila perlu dioperasionalkan, yaitu dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dasar Pancasila seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi nilai instrumental , dan penjabaran atas nilai instrumental ini tetap mengacu pada nilai dasarnya, dan dari nilai instrumental menjadi nilai praksis.
            Adapun dokumen kostitusional yang disedikan untuk menjabarkan secara kreatif atas nilai-nilai dasar tersebut antara lain dalan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menjadi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan beberapa peraturan Perundang-undangan, serta kebijakan-kebijakan Pemerintah lainnya.
            Sebagai tolak ukur dalam penjabaran nilai dasar Pancasila ialah kebersamaan dan kesatuan. Dalam kaitan ini danya gagasan-gagasan dari perorangan maupun golongan disalurkan hingga menjadi kesepakatan bersama, baik secara formal maupun informal, yang di dalam kehidupan Orde Baru dikenal dengan sebutan Konsensus Nasional. Tolak ukur demikian itu dipergunakan, mengingat kehidupan dalam alam Pancasila memang sarat dengan kehidupan yang dilandasi oleh adanya dialog, musyawarah dan mufakat.
            Bangsa Indonesia tidak apriori menolak atau apriori menerima budaya asing yang masuk ke Indonesia, yaitu sepanjang budaya itu tidak bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia, dan sebaliknya akan memperkaya serta memperkuat atau memantapkan budaya yang telah ada, yang sudah barang tentu untuk dapat diterima harus melalui proses penilaian dan penyaringan dengan tolak ukur budata bangsa Indonesi sendiri, yakni Pancasila.
            Budaya sing yang bernilai negative, misalnya tentang samen level yang tidak dilarang didalam kehidupan budaya Barat, akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang mendasarkan diri pada sikap budaya  dan pandangan religious , dengan demikian pula dengan pandangan keagamaan yang dikenal dengan sebutan Children of God, ditolak karena tidak sesuai dengan pandangan keagamaan yang telah dihayati oleh bangsa Indonesia sejak lama.[14]
G. MEKANISME PENGEMBANGAN IDEOLOGI PANCASILA
            Pengembangan atas nilai-nilai pancasila menjadi nilai-nilai instrumental atau operasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara bukan sesuatu yang baru. Formulanya dapat dikatakan sejak bangsa Indonesia berhasil mencanangkan pembangunan Nasional di segala bidang yang meliputi bidang-bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan Nasional (IPOLEKSOSBUD-HANKAMNAS) sebagaimana yang tertuang dalam Ketetapan-Ketetpan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPRI-RI) dapat dianggap sebagai salah satu wujud pengembangan daripada nilai-nilai dasar Pancasila.
            Pembangunan yang merupakan implementasi Ideologi Pancasila sebagai ideology terbuka, dalam pemikiran kenegaraan dapat diawali pada 3 (tiga) sumber materi penyusun  pembangunan, yaitu:
1.      Di lingkungan praktisi, terutama pada instansi lingkungan penyelengaraan Negara.
2.      Di lingkungan ilmuan dan pengamat.
3.      Di lingkungan organisasi kemasyarakatan dan organisasi kekuatan sosial politik.
Di lingkungan praktisi, sudah selayaknya kita mengembangkan nilai-nilai operasional Pancasila, sedangkan di lingkungan ilmuan dan pengamat, yang sering kali mendasarkan pada ilmu pengetahuan baik secara perbandingan maupun secara kedalaman , maka sesuai dengan tuntutan modern tentang ilmu pengetahuan, dituntut suatu aspek alamiah yang senantiasa berorientasi pada suatu gagasan dasar atau ideology.
Adapun dilingkungan organisasi kemasyarakatan pengembangan nilai-nilai operasional initelah dimulai pengembangan yang dilakukan secara perorangan, kemudian dikembangkan melalui kelompok organisasi (kemasyarakatan) dan setelah itu ditampung oleh organisasi sosial politik, serta pada tahap berikutnya terjadi proses pelembagaan di lembaga formal, yaitu lembaga perwakilan pemusyawaratan. Alur semacam ini perlu dibudayakan sebagai budaya politik karena budaya politik itu pada dasarnya merupakan pengembangan ideology Pancasila. Kegiatannya dapat beragam, dari berkumpul  atau mengadakan pertemuan-pertemuan ilmiah, muktamar organisasi dan sebagainya.[15]
      Sehubungan dengan pentingnya aktualisai nilai-nilai Pancasila sebgai Ideologi terbuka. Moerdiono memaparkan perbedaan ketiga macam nilai diatas sebagai berikut.[16]
1.      Nilai Dasar
                  Ialah nilai yang bersifat amat abstrak, umum, tidak terikat dengan waktu dan         tempat, dengan kandungan kebenarannya bagaikan satu aksioma.  Dari segi             kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang          mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya.
                  Nilai dasar ditetapkan oleh para pendiri Negara, dan pada dasarnya nilai ini            tidak akan berubah sepanjang zaman. Hal itu bisa tercapai justu oleh karena sifatnya      yang amat abstrak, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan tempat.
                  Pada dasarnya nilai dasar yang dianut bangsa Indonesia adalah: kebersamaan,        persatuan dan kesatuan, baik dalam bidang IPOLEK-SOS maupun HAMKAN, yang       disebut dengan istilah lebih halus sebagai kekeluargaan, yang menolak paham   individualisme dan egoism, baik egoisme perseorangan maupun egoisme kelompok.       Dari nilai dasar ini pulalah bersumbernya wawasan nasional kita tentang kerakyatan,          keadilan sosial, bahkan wawasan nusantara.
                 
                  Dihubungkan dengan system ketatanegaraan Indonesia, nilai dasar tercantum         dalam hukum dasar tertulis, yang meliputi: Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan      UUD 1945. Di dalam dokumen tersebut terkandung kaidah-kaidah yang paling hakiki,           cita-cita dan tujuannya, tatanan dasar dan juga ciri-ciri khasnya.
2.      Nilai Instrumental
                  Ialah penjabaran dari nilai dasar, yang merupakan arahan kinerjanya untuk waktu dan kondisi tertentu. Sifat nilai ini sudah lebih kontekstual, dapat dan bahkan    harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai   instrumental merupakan kebijakan, strategi, organisai, system, rencana, program,          bahkan juga proyek-proyek yang menindak lanjuti nilai dasar.
                  Nilai instrumental terpengaruh oleh perubahan waktu, kkeadaan, atau tempat,        sehingga secara berkala memerlukan penyesuaian .D.p.l.nilai instrumental merupakan           kontekstualisasi dari nilai dasr untuk menjamin agar nilai dasar tersebut tetap relevan        dengan masalh-masalah utama yang dihadapi masyarakat dalam zaman tersebut. Nilai ini dikembangkan oleh lembaga- lembaga penyelengaraan Negara yang dibentuk    kemudian.
                  Nilai instrumental tercantum dalam seluruh dokumen kenegaraann yang      menindaklanjuti UUD dan belum termasuk kepada nilai praksis, seperti GBHN, UU     dan peraturan pelaksanaanya. Jika ditinjau dari segi lembaga yang berwenang        menyusun nilai instrumental ini, ada 3 (tiga) lembaga yang bertanggung jawab untuk             itu, yakni : MPR, Presiden dan DPR. Ke dalam nilai instrumental juga dapat          dimasukkan hukum dasar tidak tertulis, yang tumbuh dalam praktik penyelengaraan    Negara.
3.      Nilai Praktis
                  Ialah interaksi antara nilai instrumental dengan situasi kongkrit pada tempat           tertentu dan situasi tertentu. Sifat daripada nilai ini sangat dinamis, karena ang diinginkan adalah tegaknya nilai instrumental itu dalam kenyataan. Dari segi    kandungan nilainya, nilai praktis merupakan gelanggang pertarungan antara idealism             dengan realitas.
                  Nilai praktis terdapat pada banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila baik         secara tertulis maupun secara tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, cabang      legislative, cabang yudikatif , oleh organisasi kekuatan sosial-politik, oleh organisasi           kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pemimpin kemsyarakatan, maupun          oleh warga Negara secara perseorangan. Nilai praksis terkandung dalam kenyataan             sehari-hari yaitu dalam cara bagaimana kita melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
                  Kritik yang sering terjadi tidak diarahkan pada nilai dasr maupun nilai        instrumrntalnya, melainkan pada nilai praksisnya, terutama jika dalam keadaan          normal terjadi pelanggaran nilai-nilai yang justru seharusnya ditegakkan. Misalnya :     korupsi, kolusi, penyiksaan terhadap tahanan, perselingkuhan guru dengan murid, perjudian yang dilarang tapi dilindungi, dan sebagainya.
            Catatan:
·         Korupsi, Penggunaan kekuasaan Negara untuk memperoleh penghasilan, keuntungan atau pretise perorangan, atau memberi keuntungan bagi sekelompok orang atau suatu kelas sosial dengan cara yang bertentangan dengan undang-undangan atau dengan norma akhlak yang tinggi.
·         Kolusi, Perjanjian atau kesepakatan antar 2 (dua) orang atau lebih untuk menipu atau membohongi orang lain atau institusi legal, atau untuk mendapatkan sesuatu yang dilarang dan melanggar hukum.
·         Nepotisme, Praktik seorang pejabat yang mengangkat seseorang atau lebih dari keluarga dekatnya menjadi pegawai pemerintah atau memberi perlakuan istimewa kepada mereka dengan maksud untuk menjunjung nama keluarga, untuk menambah penghasilan keluarga atau untuk membantu menegakkan suatu organisasi politik sedang ia mengabd kepada kepentingan umum.
            Lebih lanjut perhatikan UURI Nomoe 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bebas dari Korupsi , Kolusi dan Nepotisme memuat rumusan sebagai berikut:
Korupsi adalah tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Kolusi adalah permufakatan atu kerjasama secara melawan hukum antara Penyelenggaraan Negara atau antara Penyelenggaraan Negara dan pihak lain yang merugikan pihak lain, masyarakat dan atau Negara.
Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggaraan Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.
·         Masyarakat Madani, Suatu tatanan kehidupan yang menghargai hak-hak kewargaan. Demokrasi dipandang sebagai sebuah proses memperkuat masyarakat madani.
·         Paradigma, Merupakan suatu cara pandang , nilai-nilai, metode-metode,prinsip dasar, atau cara memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa tertentu.
·         Platform,  Landasan berpijak dimana dan kearah mana perjuangan dituju.
·         Sinergi, Sejumlah hal yang saling berkaitan dan saling mendukung.
·         Visi, Pandangan, daya lihat kedepan terhadap posisi seseorang atau kelompok ditengah perkembangan/dinamika masyarakat.
           

Menurut Ketetapan MPR-RI No.VII/MPR/2001 menyatakan sebagai berikut:
Visi adalah wawasan kedepan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Visi bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat.
Visi tersebut merupakan inspirasi, motivasi , dan kreatifitas yang mengarahkan proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita-citakan.
Tentang Visi Indonesia Masa Depan, dinyatakan dalam Pasal 1 Ketetapan sebagai berikut:
1)      Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUDNRI Tahun1945;
2)      Visi Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3)      Visi lima tahunan, sebaimana termaksud dalam GBHN.
            Ideologi Pancasila bersumber pada cara pandang integralistik (indonesia) yang mengutamakan gagasan tentang negara (staatsidee) yang bersifat persatuan. Jadi berbeda dengan cara pandang perseorangan atau individualistik, yang secara abstrak mendasarkan kepada hak perseorangan yang kemudian berdasarkan suatu perjanjian bermasyarakat, membentuk negara. Cara pandang ini menurut pembentuk Undang-Undang Dasar 1945 menumbuhkan pandangan dualistis dalam bernegara, artinya ada suatu pertentangan antara individu dan kelompok, dan bahwa hak individulah yang lebih dominn daripada masyarakatnya, karena manusia menurut cara pandang ini dilahirkan bebas.
            Di dalam cara pandang integralistik Indonesia, manusia tidak dilahirkan bebas, namun secara alamiah justru tergantung pada orang lain dalam suatu keberadaan tertentu. Oleh karena itu yang diutamakan ialah persatuan yang integral dalam setiap keberadaannya, dan hal ini mempunyai dampaknya baik di bidang kenegaraan (polisi), sosial, budaya, hukum, ekonomi dan sebagainya.
            Dengan demikian Ideologi Pancasila sebagai suatu kesatuan tata-nilai tentang gagasan-gagasan yang mendasar, didasarkan pada pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila yang merupakan jawaban terhadap diperlukannya falsafah dasar negara Republik Indonesia.
            Beberapa ide atau gagasan dasar yang dikemukakan oleh Ideologi Pancasila, dapat kita telusuri di dalam Undang Undang Dasar 1945, baik di dalam pembukaan, pasal-pasal atau batang tubuh, maupun penjelasannya.
            Rumusan-rumusan di dalam Undang Undang Dasar bersifat luwes, sehingga dapat menyambut perkembangan masyarakat. Keluwesan perumusan tersebut, ditempuh dengan cara menentukan nilai-nilai pokoknya saja, atau dengan cara menginstruksikan perumusannya dengan undang-undang. Karena dengan undang-undang diasumsikan pembuat pembuatanya dengan sepengetahuan dan dengan persetujun (wakil) rakyat. Sehingga harus menampung aspirasi rakyat, atau sejalan dengan kesadaran hukum rakyat dan tidak berdasarkan politik hukum penyelenggara negara belaka. Gagasan dasar tersebut misalnya:
·         Mengenai bermasyarakat, yang kita jumpai nilai-nilai dasarnya di alinea I pembukaan Undang Undang Dasar 1945
·         Mengenai bernegara, yang kita jumpai pada alinea II Pembukaan
·         Mengenai terjadinya negara, yang kita jumpai pengertiannya di dalam alinea III Pembukaan
·         Mengenai tujuan bernegara, pengertian kerakyatan atau demokrasi, dan kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di dalam negara yang berada pada rakyat, kesemuanya dirumuskan di dalam alinea IV Pembukaan           
            Demikian pula mengenai tatanan bernegara (organisasi), tatanan gerak knegaraan (sistem GBHN), tatanan hidup beragama, tatanan hukum, tatanan pekerjaan yang layak dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, tatanan kesejahteraan sosial atau perekonomian, tatanan pertahanan-keamanan, tatanan pendidikan dan kebudayaan dan sebagainya, kita jumpai instruksinya di dalam batang tubuh Undang Undang Dasar 1945.
            Sedangkan pengertian hukum dasar, sistem undang undang dasar dan etika atau sikap perilaku (semangat), kita jumpai pokkok-pokoknya atau arahan pengertiannya di dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945.

DIMENSI-REALITA, IDEALISME DAN FLEKSIBILITAS IDEOLOGI PANCASILA
            Rumusan tentang gagasan dasar, baik yang berupa batasan atau pengertian di dlam pembukaan Undang Undang Dsar 1945, maupun yang berupa tatanan dasar sebagaimana  terumus di dalam batang tubuh Undang Undang dasar 1945, menunjukkan realita di indonesia mengenai masalah berbangsa, bermasyarakat dan bernegara yang mungkin secara universal dapat pula tumbuh pada bangsa lain.
            Dengan demikian kongkretnya Ideologi Pancasila tampak pada dimensi realita yang dieksposkan oleh para pembentuk Undang Undang Dasar 1945. Hal inilah yang membedakan Ideologi Pancasila dan ideologi yang lain, dan ini pula yang mengkongkretkan Ideologi Pancasila dan ideologi yang lain.
            Ideologi Pancasila dirumuskan berdasarkan pengalaman sejarah, baik yang mencerminkan suatu keberhasilan maupun kepahitan pengalaman historis bangsa indonesia, baik yang disebabkan oleh ideologi lain maupun oleh hal-hal dari dalam lingkungan bangsa indonesia sendiri. Hal ini menumbuhkan dimensi ideal, sesuatu yang dicita-citakan dalam menjawab permasalahan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.
            Dimensi realita dan idealisme menuntut suatu pemahaman yang mendasar tentang sejarah perjuangan bangsa indonesia, baik dalam pembentukan bangsa dari berbagai suku bangsa (nationbuilding) dan dalam bermasyarakat di segala aspek kehidupa dan penghidupan termasuk beragam dan bernegara (characterbuilding).
2.3       PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
            Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan.
            Ketetapan bangsa Indonesia mengenai pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam ketetapan MPR No. 18 Tahun 1998 tentang pencabutan dari ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 45 ialah dasar negara dari negara NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari ketetapan MPR tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan pancasila sebagai ideologi nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
            Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam ketetapan MPR No.18 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsistem dalam kehidupan bernegara.
1.         Pengertian ideologi menurut Marx:  Ideologi  sebagai ketersaingan
            Yang sangat benar pengaruhnya dalam perkembangan pengertian ideologi adalah Karl Marx. K. Marx dan aliran Marxis menggunakan kata ideologi dalam arti khusus, dalam arti peyoratif. Menurut Marx dan golongan Marxis ideologi itu bersama  agama, filsafat dan moral termasuk suprastruktur, sedangkan relasi-relasi termasuk infrastrukturnya. Lambat laun ideologi mendapat arti “sistem ide-ide suatu establishment” atau dari suatu  organisasi untuk mempertahankan status quo nya. Ideologi pada dasarnya oleh mereka dianggap tertutup, tidak objektif, tidak ilmiah, melekat pada suatu struktur, suatu kekuatan tertentu. Sebagai contoh umpamanya fasisme, sosialisme nasional Hiltler. Menurut Karl Marx dan golongan Marxis hanya Marxismelah yang merupakan satu-satunya filsafat, yang melikiskan hidup dan realitas ini denga benar, yang dianut karena memang sesuai dengan realitas.
            Tentang para ideologi jerman,khususnya kelompok Hegelian muda. Karl Marx menulis: “Sie vergessen nur, dasz sie die wirklich bestehende Welt keineswegs bekambfen, wenn sie nur die phrasen dieser Welt bekempfen” (K. Marx dan Fr. Engles: Die Deutsche Ideologi, Ditz Verlag, Berlin 1957). K. Marx dan para pengikutnya menyatakan bahwa ideologi tidak objektif, dan suatu kebohongan, mengapa ideologi itu dianut dan di dukung?” jawaban Karl Marx dan para pengikutnya: Ideologi dianut karena menguntungkan, misalnya karena vested interest. Ingatlah saja umpamanya mitos: mitos dikarang untuk mempertahankan posisi golongan bangsawan,sampai orang berani menyatakan bahwa asal-usul rajanya adalah dari kedewaan.
            Menurut pandangan golongan Marxis, banyak ideologi berasal dari golongan kapitalis dan untuk membela kepentingan kapitalisme. Dengan demikian jelaslah bahwa golongan Marxis menggunakan istilah ideologi hanya dalam arti peyoratif, dalam arti buruk. Tetapi kenyataan menunjukkan tidak ada alasan sedikit pun untuk memberi arti yang demikian itu. Sebaliknya juga tidak tepatlah apabila istilah ideologi hanya dianggap mempunyai arti baik saja. Pendirian itu barangkali ada di antara kita sendiri. Akan tetapi sejarah membuktikan adanya ideologi yang jahta, seperti fasisme,naziisme dan komonisme sendiri. Menurut hemat saya istilah itu mempunyai arti netral. Baik buruknya , benar salahnya tergantung pada isinya. Yangbperlu kita perhatikan ialah dikemukakan nya  bahwa orang menganut ideologi karena kepentingan.
            Bahkan menurut golongan  Marxis semata-mata karena kepentingan. Pendirian ini adalah salah. Tidak benar bahwa tiap-tiap ideologi dianut hanya karena kepentingan.kita mengabut dan mempertahankan ideologi pancasila bukan hanya karena kepentingan,melainkan karena kita mempunyai keyakinan bahwa pancasila itu benar. Segi kebenaran dalam soal ideologi memang tidak begitu disadari. Dalam praktek, orang menganut dan mendukung ideologi karena  memandang ideologi  itu sebagai cita-cita, ideologi merumuskan cita-cita hidup. Di sini perlu ditegaskan apa sesungguhnya hakikat ideologi itu.kalau disisihkan dahulu masalah benar tidaknya suatu pandangan yang dijadikan ideologi, maka ideologi kiranya dapat dirumuskan sebagai: seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas,yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.[17]
2.   Perumusan berdasarkan fakta sejarah.
            Dalam sejarah kita menyaksikan bahwa ideologi seringkali dianut karena manfaatnya. Akan tetapi orang menganut dan mendukung suatu ideologi pada dasarnya juga karena keyakinan bahwa ideologi itu benar. Ide-ide atau pengertian-pengertian itu merupakan suatu sistem,suatu perangkat yang menjadi  suatu kesatuan, menjadi ideologi mengenai manusia dan seluruh realitas. Setiap ideologi  dalam intinya pasti mempunyai suatu citra manusia tertentu. Dengan kata lain,setiap ideologi pasti mempunyai suatu citra ataun gambaran:manusia itu apa, dan bagaimana relasi-relasinya dengan alam semesta,dengan sesama manusia dan dengan penciptanya. Dikatakan : mengenai manusia dan seluruh realitas, mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai posisi tertentu,mempunyai kedudukkan,berarti mempunyai hubungan atau relasi.
           
            Sesuai dengan watak hubungan-hubungan yang diakui,suatu ideologi itu bersifat hanya diesseiting atau diesseitig serta jenseitig. Sebagai contoh, komunisme adalah ideologi yang hanya bersifat “diesseitig”, karena hanya mengenai hidup di dunia ini,tidak mengenal tuhan dan tidak mengenai kehidupan kelak. Pancasila adalah ideologi yang bersifat “diesseitig” maupun “jenseitig”. Pancasila adalah “diesseitig” karena mengenai kehidupan di dunia ini, tetapi sekaligus juga “jenseitig”,mengakui adanya Tuhan, juga mengenai kehidupan sesudah kehidupan di dunia ini.
            Dalam rumusan itu dikatakan bahwa ideologi merupakan seperangkat ide asasi = maksudnya bukan sembarang ide atau pengertian melainkan ide pokok, yang fundamental yang mendasar, yang menyangkut hakikat manusia. Dalam rumusan diatas kita akui,bahwa ideologi itu bukan hanya suatu pengertian (ein Wissen) saja. Ideologi merupakan prinsip dinamika; sebab menjadi pedoman dan cita-cita hidup.
3.    Peranan ideologi
            Setelah melihat apa yang dimaksud dengan ideologi kini tiba saatnya kita meninjau fungsi atau peranan ideologi. Dalam konteks ini menarik sekali karya seorang filsuf perancis terkenal, ialah Prof. Dr. Paul Ricoeur, berjudul Ideologie und Ideologi kritiek. Menurut Paul Ricoeur, begitu juga Jacques Ellul:
·         Suatu kelompok sosial,suatu masyarakat, suatu organisasi, suatu bangsa pada umumnya mempunyai kebutuhan untuk memiliki citra jati dirinya. Historisitas kelompok itu perlu dirumuskan. Saat mulai berdirinya kelompok itu atau Grundungsakt mereka merupakan unsur yang amat penting.
·         Karena para pendiri atau Founding Fathers lambat laun meninggalkan panggung kehidupan kemasyarakatan, maka timbul bahaya akan adanya jarak antara “Grundungsakt” dan Generasi Muda. Maka fungsi ideologi adalah menjembatani jarak itu.
·         Ideologi mempunyai fungsi penting, yaitu menanamkan keyakinan akan kebenaranperjuangan kelompok atau kesatuanyang berpegang teguh pada ideologi itu. Maka ideologi menjadi sumber inspirasi dan sumber cita-cita hidup bagi para warganya,khususnya pada para warganya yang masih muda. Ideologi berupapedoman artinya menjadi pola dan norma hidup. Tetapi sekaligus menjadi ideal atau cita-cita. Realisasi dari ide-ide dipandang sebagai kebesaran,kemuliaan manusia. dengan melaksanakan ideologi, manusia tidak hanya sekedar ingin melakukan apa yang disadari sebagai kewajiban. Dengan ideologi, manusia mengejar keluhuran. Oleh karena itu, manusia sanggup mengorbankan harta benda, bahkan hidupnya demi ideologi. Karena ideologi menjadi pola, norma hidup dan dikejar pelaksanaannya sebagai cita-cita, maka tidak mengherankanlah jika ideologi menjadi Lebensgestaltung, menjadi levensnor,menjadi bentuk hidup.

·         Ideologi  berfungsi sebagai suatu code,suatu rangkuman karya dan pendapat para pendiri, yang menguasai seluruh kegiatan sosial.[18] Di sini ada bahayanya, ialah orang menjadi cenderung berpandang sempit; orang menjadi berpendirian bahwa ideologinya yang paling benar.
4.    Ideologi dan hukum
            Profesor Ronald Dworkin membeberkan pandangannya mengenai hukum dan masyrakat dalam bukunya Law’s Empire secara  cemerlang diuraikannya bagaimana sistem hukum Anglo-Amerikan berfungsi dan prinsip yang mendasarinya.
            Dworkin menyajikan teorinya sendiri, yaitu suatu teori yang bercorak pragmatis tetapi dalam konteks “integritas hukum”. Orang harus memenuhi persyaratan konsistensi hukum,terutama konsistensi dalam apa yang oleh Dworkin disebut implied philosophy (Gambaran masyarakat yang melekat tersirat), di tempat lain disebut scheme of principles (skema prinsip-prinsip).
            Menurut Dworkin ada tiga tipe masyarakat:
1.      Model de facto murni: Karena keadaan tertentu ada sekelompok manusia berkumpul dan hidup bersama. Kelompok ini diatur oleh seperangkat peraturan.ini jelas suatu bentuk konvensionalisme.
2.      Suatu model masyarakat yang disebut rule book semata-mata: Masyarakat ini diwarnai oleh suatu himpunan peraturan yang sama;ini suatu bentuk konvensionalisme juga.
3.      Suatu masyarakat yang berprinsip: a society of princip
            Dalam masyarakat ini kita temukan adanya citra masyarakat yang melekat,                         dalam bentuk prinsip-prinsip tertentu yang menjiwai kehiduan masyarakat. Para anggota masyarakat berpegang teguh pada asas-asas tertentu yang pengejawantahannya tampak dalam tindakkan dan perilaku mereka.
            Dworkin menyebutkan empat persyaratan,yang harus dipenuhisuatu masyarakat untuk menjadi suatu associative community yang sejati (mungkin dapat kita terjemahkan denga istilah masyarakat komunal atau masyarakat gotong royong).
1.      Kewajiban itu harus bersifat khusus,artinya bebeda dengan kewajiban umum terhadap orang-orang lain diluar kelompok itu
2.      Para anggota masyarakat menerima tanggung jawab dan kewajiban secara pribadi
3.      Para anggota masyarakat harus menerima tanggung jawab dan kewajiban sebagai konsekuensi dari keanggotaan kelompok untuk memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan sesama anggota.
4.      Para anggota masyarakat  harus beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan kelompok bukan hanya sekedar menunjukkan kepedulian melainkan justru kepedulian yang sama terhadap semua anggota.
            Hukum yang integer, yang utuh adalah hukum yang ,melekat pada sistem prinsip. Menurut Dworkin agar hukum itu benar-benar integer,harus memenuhipersyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1.      Hukum itu harus koheren dan konsisten.
2.      Hkum harus konkret dan responsif
3.      Secara etis hukum harus dapat disahkan. Harus mengandung nilai-nilai asasi: (persaudaraan),(perhatian dan penghormatan yang sama). Menurut kami: Sesuai dengan hukum kodrati..
5.   Kesimpulan ideologi dan pancasila
            Kita sudah melihat bahwa ideologi yang menjadi pola dan norma hidup. Orang-orang yang menganut suatu ideologi berusaha untuk benar-benar mempraktekkan dan melaksanakan ideologi itu sebagai cita-cita hidup mereka.
            Dalam perbuatan manusia konkret, materi atau bahan dan perbuatan menjadi kesatuan dan mempunyai arti tertentu. Kalau ada sesama manusia terlibat, maka sesama manusia itu tidak boleh dijadikan objek. Kalau sampai terjadi hal itu, maka terjadi perkosaan perikemanusiaan. Manusia tidak boleh mengobjekkan sesama manusia. Manusia tidak  boleh mengobjekkan sesama manusia. Kalau perbuatan manusia itu menyangkut sesama manusia maka dapat juga mempunyai makna atau arti, apabila perbuatan itu penuh hormat terhadap sesama sebagai makhluk pribadi, apabila perbuatan itu menjunjung tinggi martabat sesama manusia. Dengan kata lain perbuatan kita tidak boleh bersifat destruktif, melainkan harus bersifat konstruktif. Maksudnya ialah kita harus mempertahankan dan memperkembangkan kedudukan sesama kita sebagai pribadi yang selalu terpanggil untuk memperkembangkan diri menjadi kepribadian atau manusia yang utuh. Exploitation de I'homme par I'homme itu jahat, bertentangan dengan perikemanusiaan.
            Maka dapat disimpulkan bahwa zin,sens,meaning  artinya berguna untuk mempertahankan dan menyempurnakan human existence atau eksistensi manusia sebagai pribadi. Yang perlu mendapat perhatian ialah bahwa manusia bertindak dan berbuat berdasarkan pengertian, sekalipun dalam pengertian itu tidak semua unsur dari perbuatannya disadari sepenuhnya. Manusia berbuat terhadap dunia dengan isinya.ini berarti manusia mengerti dunia ini. Dalam pengertian itu terkandung norma antara manusia dan dunia ini. Manusisa dapat mengambil bermacam-macam ide atau pengertian tentang dirinya sendiri.  
            Apabila  manusia berpikir tentang kelakuan dan perbuatannya, tentang hidupnya, maka ia dapat mengeksplisitkan bermacam-macam pengertian atau ide yang terpendam. Kalau ia berpikir tentang perbuatan yang menyangkut sesamanya, maka secara eksplisit merumuskan norma keadilan, dengan melihat dasar bahwa sesamanya itu benar-benar sama. Maka hidup itu adalah hidup bersama adalah "ko-eksistensi", dalam arti saling menyempurnakan, saling membangun, jadi hidup gotong royong.
            Apabila dengan uraian di atas kita melihat kemungkinan timbulnya ideologi sebagai seperangkat ide pokok tentang manusia dan seluruh realitas, maka kini dapatkita pertanyakan : Pastikah ideologi itu lahir? Sebab kenyataannya adalah demikian : kita melihat manusia dengan perbuatan - perbuatannya. Dalam kenyataan itu secara tersirat terkandung ide-ide itu. Tetapi manusia dapat berpikir tentang perbuatannya. Yang menjadi masalah adalah : pastikah manusia itu berpikir sedemikian rupa, sehingga timbullah ideologi? Untuk mencoba menjawab pertanyaan ini janganlah kita lupa bahwa setiapp orang yang normal, termasuk yang primitif pun, memahami norma-norma dan pola-pola hidup yang dijadikan pedomannya. Mereka yang tidak mengindahkan norma-norma hidup disebut orang yang abnormal, yang asosial. [19]
 6.   Makna Dan Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara
            Pancasila harus menjadi dasar, arah dan tujuan. Pancasila bersifat hierarkhis piramidal. Di mana pondasinya, adalah sila pertama dan puncaknya adalah sila ke lima. Sila pertama, sebagai dasar negara, sila kedua, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Sila ketiga, sebagai tujuan hidup bangsa Indonesia. Sila keempat, sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, dan sila kelima, adalah hasil perjanjian luhur bangsa Indonesia.[20]
            Di samping itu Pancasila sebagai dasar negara kesatuan Republik Indonesia, berfungsi sebagai dasar filosofis untuk menata dan mengatur penyelenggaraan negara. Hal tersebut dapat dijabarkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara, yang berarti:
a.       Pancasila dijadikan dasar dalam penyelenggaraan negara;
b.      Pancasila dijadikan dasar dalam pengaturan dan sistem pemerintahan negara;
c.       Pancasila merupakan sumber hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Sementara fungsi Pancasila sebagai Ideologi dalam negara adalah sebagai berikut:
a.       Struktur kognitif,, maksudnya keseluruhan pengetahuan yang dapat dijadikan landasan, untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dialam sekitar.
b.      Orientasi dasar dengan membuka wawasan, yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c.       Norma-norma yang menjadi pedoman bagi seseorang, untuk melangkah atau bertindak.
d.      Bekal dan jalan bagi seseorang, untuk menemukan identitasnya, sebagai keuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorng, untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
e.       Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat, untuk memahami, menghayati, serta memolakan tingkah lakunya, sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya. (Sugiharso & Yudikosuma. Com).
            Dari berbagai fungsi sebagai diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara, berfungsi sebagi “tujuan atau cita-cita bangsa Indonesia, serta sebagai sarana pemersatu bangsa”. Sehingga Ideologi Pancasila merupakan keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan, dan nilai bangsa Indonesia, yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 
7.   Proses Perumusan Ideologi Negara Pancasila
            Dalam bulan Maret 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerah. Bekas jajahan Belanda ini jatuh direbut oleh bala tentaran jepang. Mulailah dipakai nama indonesia untuk menyebut kepulauan Hindia Belanda. Nama indonesia itu untuk pertama kalinya dahulu dipakai oleh orang Inggris bernama Logan pada tahun 1850. Kemudian pada tahun 1884 dipakai oleh Adolf Bastian seorang etnograf. Nama indonesia itu berasal dari bahasa yunani (Indos) dan (nesos) atau dalam bahasa Sanskrta nusa yang berarti pulau.
            Setelah bangsa Jepang menguasai kepulauan Indonesia,mereka ingin merebut hati rakyat indonesia.mereka menyebarkan selebran dimana-mana. Mereka menyebut dirinya:saudara tua dan penyelamat bangsa indonesia dalam rangka membebaskanbangsa indonesia dari kaum imperialis. Tanggal 20 Maret 1942 dibentuklah pergerakkan  tiga A: Nippon Cahaya Asia,Nippon Pelindung Asia,Nippon Pemimpin Asia. Inilah ideologi yang hendak dipaksakan orang jepang pada bangsa Indonesia. Maka dalam bulan juli 1942 Soekarno  dipindahkan dari tempat pembuangannya ke tanah jawa.
            Soekarno, M. Hatta dan S. Syahrir berusaha sedapat mungkin untuk bekerja sama dengan pihak jepang tanpa melepaskan cita-cita dan rencana mereka sendiri. Tiga serangkai ini bersepakat bahwa S. Syahrir akan bekerja dibawah  tanah untuk memimpin gerakkan perlawanan menentang jepang. Pada tanggal 8 Maret 1943 jepang melancarkan suatu pergerakkan rakyat di indonesia yang disebut Pusat Tenaga Rakyat (putera).[21]
            Pada tanggal 1 Maret 1944 putera di bubarkan, dan dibentuklah suatu organisasi yang meliputi semua usaha tonarigumi (rukun tetangga) dan jawa hokokai. Di dalam jawa Hokakai ditonjolkan sifat berbakti. Pemempin tertinggi adalah Gunseikan, Sedangkan Soekarno menjabat sebagai Komon (penasihat).
            Keadaan Jepaang pada pertengahan tahun 1944 semakin uruk. Moral masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer jepang tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukkan Badab Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas poko BPUPKI ini adalah untuk menyusun konsep:
1.      Dasar negara 
2.      Undang-undand dasar
3.      Pribsip-prinsip perekonomian nasioanal
4.      Prinsip-prinsip pertahanan keamanan nasional
BPUPKI mengadakan sidang paripurna dua kali:
I.                   Tanggal 29 Mei s/d 1 juni 1945 khusus untuk membahas dan membicarakan perihal dasar negara.
II.                Tanggal 10 s/d 17 juni 1945:untuk membicarakanhal konsep UUD,konsep prinsip-prinsip perekonomian,pertahanan dan keamanan nasional.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. M. Yamin mengajukan konsep dasar negara yang pertama:
1.      Peri kebangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri ketuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Kesejahteraan rakyat
Sebagai kelengkapan pada pidato yang diucapkan itu, Mr. M. Yamin menyampaikan juga secara tertulis suatu rancangan UUD-RI yang memuat dasar negara sebagai berikut :
1.      Ketuhanan yang maha esa 
2.      Kebangsaan, persatuan indonesia
3.      Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah sebagai sarana pemersatu masyarakat, sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara Indonesia tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.
            Pada awal mulanya, konsep pancasila dapat dipahami sebagai common platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani perbedaan ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila dimaksudkan oleh Ir. Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar dengan asas itu seluruh kelompok yang terdapat di negara Indonesia dapat bersatu dan menerima asas tersebut.
            Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi semua golongan Indonesia. Perkembangan doktrinal pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal pancasila sebagai platform bersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran sesuai dengan rumusan pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi yang komprehensif integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas, berbeda dengan ideologi lain.
            Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang dan berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro. Beliau melalui interprestasi filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang ideologi bagi masyarakat Indonesia. Yang pada mulanya pancasila sebagai ideologi terbuka sebuah konsensus politik, pancasila menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif. Interprestasi ini berkembang luas, masif bahkan monolitik pada masa pemerintahan orde baru.
            Pancasila dilihat dari sudut politik merupakan sebuah konsensus politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh berbagai golongan masyarakat di negara Indonesia. Dengan diterimanya pancasila oleh berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia bersatu dalam negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan common platform, atau common denominator masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.[22]
            Banyak para pihak sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi negara atau bangsa merupakan kesepakatan bersama, common platform dan nilai integratif bagi bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi negara inilah yang harus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.
            Berdasarkan uraian di atas, maka makna pancasila sebagai ideologi negara Indonesia sebagai berikut :
·         Nilai-nilai dalam pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari penyelenggaraan bernegara di Indonesia.
·         Nilai-nilai dalam pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama dan oleh karenanya menjadi salah satu sarana untuk menyatukan masyarakat Indonesia.
            Implementasi pancasila sebagai ideologi negara atau nasional, sebagai berikut :
   1. Perwujudan Pancasila Sebagai Cita-cita Bernegara
            Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No.7 tahun 2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut menyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas 3 visi, yaitu :
·         Visi ideal ialah cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam UUD 45 yaitu pada alinea kedua dan keempat.
·         Visi antara, yaitu visi bangsa Indonesia pada tahun 2020 yang berlaku samapai dengan tahun 2020.
·         Visi lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius, manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan upaya menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-cita, nilai-nilai pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan kehodupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.
   2. Perwujudan Pancasila Sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa
            Nilai Integratif Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti bahwa pancasila sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Nilai integratif pancasila mengandung makna bahwa pancasila dijadikan sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik. Masyarakat Indonesia telah menerima  pancasila sebagai sarana pemersatu, yang artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila dijadikan semacam social ethics dalam masyarakat yang heterogen.
            Pancasila sebagai kesepakatan diartikan sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah.
            Apakah pancasila dapat digunakan secara langsung mempersatukan masyarakat dan mencegah konflik ?. Jawabannya tidak, tetapi prosedur penyelesaian konflik yang dibuat bersama, baik yang meliputi lembaga maupun aturan itulah yang diharapkan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat. Fungsi pancasila sebagai ideologi negara dalam hal ini yaitu sebagai pembuatan prosedur penyelesaian konflik, nilai-nilai pancasila menjadi landasan normatif bersama.
            Nilai-nilai pancasila hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di dalam masyarakat. Secara normatif dapat dinyatakan bahwa penyelesaian suatu konflik hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai religius, nilai kemanusiaan, mengedepankan persatuan, menjunjung tinggi prosedur demokratis dan berujung pada terciptanya keadilan.
8.    Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Paham Ideologi Besar Lainnya yang ada          di Dunia.
            Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, bahwa ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat kodrat manusia, sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Oleh karena itu dalam ideologi Pancasila ia mengakui atas kebebasan dan kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama, juga harus mengakui hak dan kebebasan orang lain secara bersama, sehingga dengan demikian harus mengakui hak-hak masyarakat.
            Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila, berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu nilai-nilai Ketuhanan, senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup negara dan masyarakat. Namun kebebasan manusia dalam rangka demokrasi, tidaklah melampaui hakikat nilai-nilai ketuhanan, bahkan nilai ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi kebebasan manusia.
            Agar pemahaman tentang ideologi pancasila semakin mendalam, ada baiknya dilakukan perbandingan antara ideologi pancasila dengan ideologi lainnya, yang antara lain dengan ideologi liberalisme dan ideologi sosialisme.
1. Ideologi Liberalisme
            Yaitu faham yang megutamakan kemerdekaan individu, sebagai pangkal dan pokok dari kebaikan hidup. Liberalisme lebih menekankan pada manusia sebagai individu dengan masalah hak-hak asasi, kemerdekaan, kebebasan dan lain-lain. Yang terpenting dalam kehidupan ini adalah individu. Karena itu masyarakat dan negara harus mementingkan individu, karena masyarakat teridiri dari individu-individu, dan keberadaan masyarakat adalah sebagai akibat adanya individu.
            Liberalisme ini timbul akibat adanya penindasan oleh kaum bangsawan dan agama di zaman monarki absolut. Oleh karena orang ingin melepaskan diri, dari kekengan bangsawan dan agama dan mengumumkan kemerdekaan individu. Dalam implementasinya liberalisme terbagi kepada 3 bidang, yaitu:
a.       Liberalisme di bidang politik
            Maksudnya karena negara terbentuk atas individu, maka oleh karenanya individulah yang berhak menentukan segala-segalanya bagi negara. Kekuasaan tertinggi, kedaulatan harus berada ditangan individu, yang berarti berada di tangan rakyat. Karena negara terdiri dari individu, maka kemerdekaan individu adalah yang utama, dan oleh karena itu tiap negara harus merdeka, tidak boleh ada yang tertindas oleh negara lainnya, ataupun oleh siapapun. Karena negara mempunyai hak dalam menentukan nasibnya sendiri. ( self determination ).

b.      Liberalisme di bidang ekonomi
            Maksudnya bahwa individu mengetahui segala kebutuhan hidupnya sendiri daripada orang lain maupun negara, dan apabila tiap individu diberi kemerdekaan untuk mendapatkan kebutuhannya, pasti kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Oleh sebab itu perlu diterapkan
ekonomi bebas, produksi bebas, perdagangan bebas.
c.       Liberalisme di bidang agama.
            Maksudnya individu harus merdeka untuk memilih sendiri apa pun yang baik, yang buruk bagi dirinya, oleh sebab itu mereka harus merdeka dalam beragama.
2. Ideologi Sosialisme.
            Yaitu ideologi yang menghendaki suatu masyarakat disusun secara kolektif. (oleh kita semua, untuk kita semua). Agar menjadi masyarakat yang bahagia. Sosialisme bertitik tolak pada masyarakat, bukan pada individu, sehingga sosialisme adalah lawan dari liberalisme. Sosialisme ini timbul sebagai reaksi dari paham liberalisme, pada abad ke XIX. Paham ini diciptakan oleh Karl Marx dengan teori Historis Materialisme.
            Dalam perkembangannya, sosialisme ini berkembang menjadi 2 aliran yaitu:
Pertama, Sosialisme dan kedua, Komonisme. Yang masing-masing mempunyai karakteritik sendiri-sendiri: Sosialisme mempunyai karakterik sebagai berikut:
            a. Untuk mencapai masyarakat sosialis memilih jalan evolusi,
            b. Milik individu diperbolehkan, hanya perusahaan yang penting bagi masyarakat                   yang harus dimiliki oleh negara.
            c. Distribusi dan konsumsi didasarkan jasa.
Sementara bagi Komonisme memiliki karakteristik, berupa :
            a. Untuk mencapai masyarakat sosialis ditempuh dengan jalan revolusi,
            b. Milik individu dilarang;
            c. Distribusi dan konsumsi didasarkan pada kebutuhan.
9.  Implementasi Pancasila sebagai Ideologi
            Dalam rangka mengembangkan dan menerapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka, Drs Moerdiono menggunakan pendekatan kontekstual dan aktual. Untuk keperluan dimaksud nilai yang terkandung dalam Pancasila dibedakan antara nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.
            Nilai dasar adalah nilai yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat tetap, tidak berubah dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi; nilai instrumental adalah nilai-nilai yang merupakan penjabaran dari nilai dasar dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan subtansi yang dihadapi, namun tetap tidak menyimpang dari nilai dasarnya.
            Nilai praksis adalah nilai turunan dari nilai dasar dan nilai instrumental yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sewaktu dan setempat. Dapat saja nilai praksis nampaknya menyimpang dari nilai dasar, tetapi apabila diteliti secara cermat tidak akan terjadi penyimpangan dari esensi nilai dasarnya.
            Sebagai contoh nilai dasar sejahtera memiliki makna kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia terjabar dalam nilai instrumental yang tertuang dalam norma instrumental seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) dengan rumusan sebagai berikut:
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
            Betapa penting arti implementasi nilai dasar Pancasila, karena bila nilai dasar tidak diimplemen-tasikan dengan sepantasnya, maka apa yang kita cita-citakan tidak kunjung terwujud, dan orang menjadi ragu akan ketangguhan idiologi nasional Pancasila sehingga menjadi tidak percaya dan cepat atau lambat akan ditinggalkan. Sesuai dengan prinsip umum sosialisasi, maka dalam upaya implementasi ideologi Pancasila dapat ditempuh tiga tahap, yakni:
            Pemahaman (artikulasi) yang bermakna bahwa setiap warganegara diharapkan mema-hami dengan benar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila melalui dialog interaktif dengan berbagai pihak, mempelajari sendiri dari dokumen resmi yang tidak menyesatkan, meng-adakan refleksi diri terhadap peng-alaman pribadi dan mengkaji pemikiran para ahli sehingga diperoleh keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila.
            Internalisasi adalah proses menjadikan ideologi Pancasila sebagai bagian dari hidup setiap warganegara. Konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dipergunakan sebagai acuan dalam penilaian terhadap segala hal ihwal yang dihadapinya.
            Aplikasi yang bermakna menerapkan konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam praktek kehidupan yang nyata, meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan maupun aspek yang lain.

10.   Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
            Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar pengertian ideologi. Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ideide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60-61).
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517). Dalam pengertian tersebut, Anda dapat menangkap beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.
            Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut digunakan Destutt de Tracy pada penghujung abad kedelapanbelas. Tracy menyebut ideologi sebagai science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mengecam istilah ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam kenyataan (Kaelan, 2003: 113). Jorge Larrain menegaskan bahwa konsep ideologi erat hubungannya dengan perjuangan pembebasan borjuis dari belenggu feodal dan mencerminkan sikap pemikiran modern baru yang kritis. Niccolo Machiavelli (1460--1520) merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang secara langsung berkaitan dengan fenomena ideologi. Machiavelli mengamati praktik politik para pangeran, dan mengamati pula tingkah laku manusia dalam politik, meskipun ia tidak menggunakan istilah “ideology” sama sekali.

            Selanjutnya, Anda perlu mengenal beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai berikut:
            a. Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang
            berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
            b. Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat         kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
            c. Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan       simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan   pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”.

            Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu Anda ketahui juga beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.
            a. Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan Ideologi adalah sekumpulan            kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai           yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen yang bersifat relatif bagi       sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang        didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan      koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut          dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui bersama             untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu            tatanan yang telah tersedia.
            b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional Gouldner mengatakan bahwa           ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis.             Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut,            Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan         religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis             dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa             kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi    juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan       kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
            c. Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial Hirst meletakkan ideologi di dalam      kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih lanjut,        Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada kompleks nir-  kesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung       konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95).

            Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak ideologi.
            a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial            politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
            b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta mengutamakan nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
            c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan      sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
            d. Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman         gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).









BAB III
PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
            Pancasila sebagai Ideologi bangsa dan negara Indonesia itu sangat penting.Karena Ideologi    merupakan alat yang paling ampuh untuk menciptakan negara Indonesia yang kokoh, bermartabat dan berbudaya tinggi.
            Tanpa Ideologi bangsa akan rapuh dan hilang jati dirinya. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa denganPancasila bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan darisatu bangsa terhadap bangsa yang lain. Ideologi bangsa Indonesia itu adalah Pancasila.
            Indonesia mempunyai Ideologi Pancasila diharapkan  mampu untuk membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih bagus dari sekarang.  Ideologi juga diharapkan mampu untuk membangkitkan kesadaran bangsa. Setiap pengambilan keputusan harus berdasarkan ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila. Supaya dalam pengambilan keputusan keputusan tidak keluar dari aturan dan kaidah negara Indonesia.
            Tidak hanya negara yang menganut ideologi Pancasila, tetapi juga masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia dalam bertingkah laku juga harus berpedoman teguh pada ideologi Pancasila supaya cita-cita yang diharapkan oleh masyarakat tersebut dapat terwujud dengan benar
            Dari uraian dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.         Pancasila telah memenuhi syarat sebagai ideologi karena telah mengandung konsep, prinsip dan nilai yang membentuk sistem nilai yang utuh, bulat dan mendasar yang merupakan pencer-minan dari pandangan hidup, filsafat hidup dan cita-cita bangsa Indonesia.
2.         Upaya implementasi Pancasila dapat dilakukan melalui penjabaran nilai dasar ke dalam nilai instrumental dan nilai praksis. Untuk melak-sanakan hal tersebut perlu ditempuh tiga tahapan yaitu pemahaman (artikulasi), interna-lisasi dan aplikasi.

3.2       SARAN
Dalam makalah ini penulis berkeinginan supaya makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara.    


DAFTAR PUSTAKA
Alfian.Dalam Pancasila sebagai Ideologi.Pancasila sebagai Ideologi Dalam Kehidupan     Politik.Jakarta:BP-7 Pusat,1991.
Drijarkara, N., Percikan Filsafat, Jakara : Pembangunan, 1981
Franz Magnis, Susena,  Etika Politik. Jakarta:Gramedia,1988.
Gunawan Setiardja, A., Peranan Ideologi dalam Pembangunan Nasional, Pidato Pengukuhan      sebagai Guru Besar dalam Ilmu Filsafat pada Fakultas Hukum Universitas          Diponegoro, 16 Januari 1991.
Gunawan Setiardja, A., Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,             Yogyakarta:Kanisius,1993.
Hidayat, A, “Amandemen UUD 1945: Analisis Kritis dari Perspektif Ketatanegaraan:       Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Dosen-Dosen Pancasila, UNNES Semarang, 2 Nopember 2002.
Kaelan, Zubaidi Achmad , Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,          Paradigma Yokyakarta, 2007.
Kartohadiprodjo,S, .Pancasila dan/dalam UUD1945. Bandung:Binacipta,1968.
Mubyarto, Ideologi Pancasila dalam kehidupan Ekonomi, BP-7 Pusat, Jakarta, 1992.
Mustaqiem, Pendidikan Pancasila, Ideologi Negara Indonesia Dalam Bermasyarakat,       Berbangsa, Dan Bernegara, Buku Litera, Yokyakarta, 2013.
Mubyarto. Dalam Pancasila sebagai Ideologi. Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan          Kebudayaan. Jakarta: BP-7 Pusat,1991.
Marsudi, Subansi Al, Pancasila dan UUD'45 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta : PT Raja        Grapindo Persada, 2001.
Moerdiono.Dalam Mimbar BP-7.Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era      Globalisasi dan Perdagangan Bebas.Jakrta:BP-7Pusat,1995/1996.
Poespowardojo,Soerjanto,dalam Pancasila sebagai Ideologi.Pancasila sebagai Ideologi     Ditinjau dari Segi Pandangan Hidup Bersama. Jakarta: BP-7 Pusat,1991.
Ricoeur, P., Ideologi und Ideologiekritik: Dalam B. Waldenfels, J. Broekman, A. Pazanin,            Frankfurt am Main, 1977.
Soeprapto. Mimbar BP-7.Pancasila Ideologi Bangsa Indonesia.Jakarta:BP-7 Pusat,1980    No.43.
Sutrisno,Slamet. Pancasila Sebagai Metode.Yogyakarta:Liberty,1986.
Sastrapratedja,M. Dalam Pancasila sebagai Ideologi, Pancasila sebagai Landasan Ideologi Dalam Kehidupan Budaya. Jakarta:BP-7 Pusat,1991.
Tjokroamidjojo, B. Pancasila Sebagai Ideologi Birokrasi/Aparatur Pemerintah, BP-7 Pusat,          Jakarta, 1992.
Wahjono,Padmo, Masalah-Masalah Aktual Ketatanegaraan. Jakarta:Yayasan Wisma Djokosutarto,SH.,1991.
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Kedua Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara, 2011.
Wahdjono,Padmo. Dalam Pancasila sebagai Ideologi.Mengembangkan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka.Jakarta:BP-7 Pusat,1991,No.49.



[1] Kaelan, Zubaidi Achmad, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Yokyakarta: Paradigma,2007) hlm.30.
[2] Poespowardojo, Soenaryo, Pancasila Sebagai Ideologi Ditinjau Dari Segi Pandangan Hidup Bersama, Dalam “Pancasila Sebagai Indonesia”, (Jakarta: BP-7 Pusat, 1991) hlm. 47.
[3] Mubyarto, Ideologi Pancasila dalam kehidupan Ekonomi, (Jakarta: BP-7 Pusat,1992) hlm.239.
[4] Tjokroamidjojo, B. Pancasila Sebagai Ideologi Birokrasi atau Aparatur Pemerintah, (Jakarta: BP-7 Pusat, 1992) hlm. 285.
[5] Hidayat, A, “Amandemen UUD 1945: Analisis Kritis dari Perspektif Ketatanegaraan: Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Dosen-Dosen Pancasila, (Semarang: UNNES Semarang, 2002) hlm.83.
[6] Soeprapto, dalam Mimbar BP-7 di bawah judul, Pancasila Ideologi Bangsa Indonesia (Jakarta: BP-7 Pusat,1990,No.43), hlm.12-13.
[7] Wahjono. Parmo , Masalah-masalah Aktual Ketatanegaraan (Jakarta:Yayasan wisma Djokosutono, SH.,1991),hlm.25.
[8] Mubyarto, Pancasila sebagai Ideologi, di bawaj judul Ideologi pancasila dalam Kehidupan Kebudayaan (Jakarta:BP-7 Pusat,1991)hlm.239.
[9]Sastrapratedja,M, Pancasila sebagai Ideologi,di bawah judul Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Budaya (Jakarta:BP-7 Pusat, 1991), hlm.142-143.
[10] Kartohadiprodjo,S,  Pancasila dan/dalam UUD 1945 (Bandung: Binacipta, 1968),hlm.19.
[11] Soerjanto Poespowardjojo, Pancasila sebagai Ideology dibawah judul Pancasila sebagai Ideology Ditinjau dari Segi Pandangan Hidup Bersama (Jakarta:BP-7 Pusat,1991),hlm.47-48.
[12] Franz Magnis Susena, Etika Politik, (Jakarta:Gramedia,1988),hlm.366-367.
[13] Alfian , Pancasila sebagai Ideologi dibawah judul Pancasila Sebagai Ideologi dalam Kehidupan Politik (Jakrta:BP-7Pusat,1991),hlm.192.
[14] Sutrisno, Slamet,  Pancasila sebagai Metode, (Yogyakarta:Liberty, 1986),hlm.20.
[15] Wahjono, Padmo,  dalam Mimbar BP-7 dibawah sub judul, Mengembangkan Ideologi PancasilaSebagai Ideologi Terbuka (Jakarta:BP-7 Pusat,1991 No.49),hlm.31.
[16] Moerdiono, dalam Mimbar dibawah judul,Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas, (Jakarta:BP-7 Pusat, 1995/1996 No.75 th.XIII)
[17] Gunawan Setiardja, A., Peranan Ideologi dalam Pembangunan Nasional, Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Ilmu Filsafat pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 16 Januari 1991.
[18] Ricoeur,P., "Ideologie und Ideologiekritiek" dalaam B. Woldenfels, J. Broekman, A. Pazanim, hlm. 197-232.
[19] Drijarkara, N., Percikan Filsafat, (Jakara : Pembangunan, 1981)hlm. 12.
[20] Mustaqiem, Pendidikan Pancasila, Ideologi Negara Indonesia Dalam Bermasyarakat, Berbangsa, Dan Bernegara, (Yokyakarta: Buku Litera,2013), hlm. 62
[21] Gunawan Setiardja, A., Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta:Kanisius,1993) hlm. 33
[22] Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Kedua (Jakarta : Penerbit PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 134.

Komentar